Arifureta Shokugyou de Sekai Saikyou Light Novel Bahasa Indonesia Vol 12 : Chapter 1 - Part 1
Arifureta: From Commonplace to World's Strongest Light Novel Bahasa Indonesia Volume 12 : Chapter 1 - Part 1 |
||
---|---|---|
Domain Dewa | ||
Font Size :
|
|
|
Jika seseorang bertanya kepada Eri Nakamura apa ingatannya yang paling jelas dan tak terlupakan, dia akan menjawab: “Saat ayahku meninggal.”
Dia berusia enam tahun ketika ayahnya meninggal. Dia sedang ada di jalan, lalu ada mobil yang melaju kearahnya ketika ayahnya melompat untuk melindunginya, dan dia meninggal menggantikannya. Itu adalah jenis kecelakaan membosankan yang biasa kau dengar di berita sepanjang waktu. Tapi bagi Eri, itu jauh dari acara yang membosankan. Terutama karena bagaimana sikap ibunya berubah setelah kejadian itu.
Ibu Eri berasal dari keluarga kaya, dan dia menikahi ayah Eri di luar keinginan keluarganya. Mereka yang mengenal keluarga itu akan mengatakan obsesi ibu Eri dengan suaminya berbatasan dengan sepenuhnya ketergantungan.
Tidak mengherankan, jika ibunya Eri tidak mampu menanggung shock kehilangan dia. Namun, sikapnya disaat dia hancur itulah yang membuat cerita ini begitu tragis. Karena dalam keputusasaannya, dia menyalurkan kemarahannya pada putrinya sendiri, Eri.
Pada awalnya itu hanya komentar sinis yang random, tetapi tak lama kemudian berkembang menjadi pelecehan fisik dan verbal. Eri melakukan yang terbaik untuk menahan rasa sakitnya... karena bahkan pada usia enam tahun, dia mengerti dari mana asal kemarahan ibunya ketika dia mengatakan itu semua salah Eri. Memang, Eri bahkan mempercayainya sendiri. Lagi pula, jika bukan karena dia, ayahnya mungkin masih hidup. Wajar jika ibunya membencinya. Wajar jika ibunya ingin menyakitinya.
Namun, pada saat yang sama, Eri juga percaya bahwa jika dia menahan rasa sakit, maka pada akhirnya ibunya akan kembali menjadi wanita lembut yang dia kenal.
Ibu Eri berhati-hati tentang bagaimana dia menyakitinya, dan Eri sendiri tidak pernah mengatakan sepatah kata pun kepada gurunya atau orang dewasa di sekitarnya, jadi tidak ada yang pernah menyadari keanehan dari hubungan keluarga itu.
Tidak dapat dihindari bahwa Eri akhirnya berhenti tersenyum. Lama-kelamaan dia menjadi gadis yang gelap dan murung yang menerima pelecehan apa pun yang diberikan ibunya dan menanggungnya.
Sebagian besar anak seusianya menganggapnya menyeramkan dan menghindarinya. Dan tentu saja, dia tidak bisa mendapat teman. Keterasingan hanya memperdalam kebencian dirinya dan mencungkil luka yang lebih dalam ke dalam hatinya yang sudah terluka.
Dia hampir mendekati batasnya ketika dia dipukul dengan pukulan dahsyat lainnya. Ketika dia berusia sebelas tahun, di kelas lima, dia menemukan ibunya telah membawa pulang pria lain. Eri menyaksikan dengan kaget saat ibunya membentak pacar barunya yang seorang preman. Dia tidak bisa mempercayainya. Eri mengira ibunya telah menyakitinya karena dia sangat mencintai ayahnya. Dan di satu sisi, itu tentu saja benar, tetapi ibu Eri bahkan lebih lemah dari yang diperkirakan Eri. Dia tidak bisa bertahan hidup tanpa bergantung pada orang lain.
Sejak hari itu, pria baru ini mulai tinggal di rumah Nakamura. Dia benar-benar sampah. Tidak puas dengan ibu Eri, dia bahkan mengarahkan pandangan mesumnya pada Eri sendiri. Eri harus membuat dirinya sekecil mungkin dan tidak terlalu mencolok untuk bertahan hidup, tetapi itu tidak cukup, jadi dalam upaya untuk melindungi dirinya dari pria itu, dia memotong rambutnya—yang dia tumbuhkan untuk meniru ibunya yang tercinta dan mulai bertingkah seperti anak laki-laki. Sayangnya, itu menyebabkan teman-temannya di sekolah semakin menjauhkan diri. Meskipun dia tidak memiliki teman sejati, teman sekelasnya setidaknya pernah berbicara dengannya dari waktu ke waktu sebelumnya. Tapi setelah dia berubah, mereka menghindarinya seperti wabah. Isolasi yang meningkat mendorong retakan yang lebih dalam ke hati Eri yang terluka.
Satu-satunya hal yang menjaga Eri dari kehancuran total adalah harapan dan keyakinan bahwa ibunya pada akhirnya akan kembali ke dirinya yang dulu. Satu-satunya sinar harapan itu mendorongnya maju. Tentu saja, sebagian dari Eri tahu dia hanya menipu dirinya sendiri dan hari itu tidak akan pernah datang. Tetapi dalam luapan keputusasaan yang menenggelamkannya, hanya harapan palsu yang harus dia pegang.
Namun, tidak ada harapan palsu yang bisa bertahan selamanya. Tiga bulan setelah ibunya membawa pulang pacar barunya, dia akhirnya mencoba mendekati Eri saat ibunya sedang bekerja.
Sebenarnya, Eri melihat ini sebagai peluang. Dia tahu hari ini akan datang pada akhirnya, dan dia berharap jika dia berteriak cukup keras, para tetangga akan menangkap pria itu dan polisi akan menangkapnya. Dengan itu, kehidupan neraka bersamanya akhirnya akan berakhir. Kemudian ibunya akhirnya akan mengingat pria yang benar-benar dia cintai, dan dia akan kembali menjadi dirinya sendiri.
Namun, setelah mimpi buruk berakhir dan ibunya kembali, lalu melihat apa yang terjadi, Eri menyadari bahwa dia bodoh karena mempercayai itu. Alih-alih mengkhawatirkan putrinya atau meminta maaf karena membawa pulang pria yang begitu buruk, dia malah menghujani Eri dengan kebencian.
Sampai hari ini, Eri masih ingat kata-kata pertama yang dikatakan ibunya kepadanya saat itu, “Tega-teganya kau merayunya dariku, dasar jalang?!” Alih-alih menyadari pacarnya adalah orang yang mengerikan, ibu Eri mengira dia lagi-lagi mencuri pria yang dicintainya darinya.
Akhirnya, Eri melihat kebenarannya. Ibunya-lah yang mengkhianati ayahnya, ibunya-lah yang terus menyakitinya setelah ayahnya meninggal, Ibunya-lah yang lebih peduli kehilangan pacar barunya daripada kenyataan bahwa putrinya yang hampir diperkosa, Eri pun akhirnya tahu bahwa ibunya tidak mencintainya sedikit pun.
Sebenarnya, Eri sudah mengetahui hal ini sejak lama, tapi dia tidak mau menghadapi kenyataan. Dia tidak ingin menerima bahwa ibunya yang tua dan baik hati tidak akan pernah kembali. Bahwa wanita pendendam dan pencemburu ini adalah sifat alami ibunya.
Semua yang Eri percayai adalah sebuah kebohongan. Tidak ada artinya menahan rasa sakit ini begitu lama... dan masa depan sungguh tidak memiliki harapan sama sekali.
Pada saat itu, hati Eri hancur sepenuhnya, dan dia kehilangan kesadaran. Ketika dia bangun keesokan paginya, dia menyelinap keluar rumah, berniat bunuh diri. Dia tidak bisa tinggal di sisi ibunya lebih lama lagi.
Dalam keadaan fugue state, dia terhuyung-huyung ke jembatan terdekat yang melintasi sungai. Dan saat dia melihat ke bawah ke air yang mengalir di bawah, dia memutuskan di sinilah dia akan mengakhiri hidupnya. Dia berharap arus akan membawanya pergi ke suatu tempat di mana tidak akan ada orang. Tln: fugue state atau kelainan identitas disosiatif adalah suatu kondisi gangguan jiwa dimana penderita gangguan tersebut melupakan identitas aslinya. Lebih jauh lagi, penderita tersebut dapat menganti identitasnya dengan identitas orang lain.
Namun, saat dia naik ke pagar dan bersiap untuk melompat darinya, sebuah suara menyelanya, berkata, “Apa yang kamu lakukan?”
Berbalik, Eri pun melihat seorang anak laki-laki seusianya. Dia mengenakan kaus dan jelas-jelas sedang jogging pagi. Eri mengenalnya dengan cukup baik, karena dia adalah anak laki-laki paling populer di sekolah. Amanogawa Kouki.
Melihat keputusasaan di mata Eri, Kouki menduga bahwa dia ingin melukai dirinya sendiri dan dengan cepat menyeretnya turun dari pagar. Dengan suara sabar, dia menanyakan apa yang terjadi.
Pada awalnya Eri mengabaikannya, tetapi Kouki begitu gigih sehingga akhirnya, dia menyerah. Dia memberinya ringkasan singkat tentang kekacauan hidupnya, dan Kouki, dengan cara standar Kouki, menafsirkan peristiwa dengan caranya sendiri. Dia berpikir bahwa Eri telah didisiplinkan dengan keras oleh ayahnya dan bahwa dia telah berpaling kepada ibunya untuk keselamatan, tetapi ibunya palah memarahinya juga. Karena Eri tidak punya teman yang bisa dia andalkan untuk membantunya melewati masa sulit ini, dia memutuskan untuk bunuh diri.
Pada tingkat dasar, interpretasi Kouki tidak sepenuhnya melenceng. Anak muda seperti dirinya, dan masih secara naif percaya bahwa semua manusia pada dasarnya baik, Kouki sama sekali tidak dapat memahami bahwa orang-orang seperti ibunya Eri atau pacarnya yang pedofil mungkin ada. Jadi, dia menafsirkan ulang peristiwa dalam pikirannya dengan cara yang sesuai dengan pandangan dunianya.
Sepenuhnya percaya pada pandangan keadilannya sendiri, Kouki telah menunjukkan senyum sempurnanya kepada Eri dan berkata, “Jangan khawatir, kamu tidak sendirian lagi. Aku akan melindungimu, Eri.”
Kehidupan Eri sampai saat itu sering kali dipenuhi dengan perkataan bahwa dia tidak berharga, jadi mendengar seseorang mengatakan bahwa dia akan melindunginya adalah hal yang baru. Memang, dia sangat membutuhkan kasih sayang sehingga pernyataan Kouki berdampak besar padanya. Itu membantu bahwa Kouki terlihat seperti pangeran tampan, dan dia muncul pada saat yang dramatis tepat ketika Eri akan bunuh diri.
Pada akhirnya, Kouki berhasil meyakinkan Eri untuk tidak bunuh diri, dan ketika dia dipaksa pergi ke sekolah oleh ibunya, dia menemukan bahwa semua gadis di kelas tiba-tiba berbicara dengannya. Setelah itu, dia mengetahui bahwa Kouki juga melakukan itu untuknya. Tidak mengherankan, dia jatuh cinta padanya sebagai hasilnya.
Dengan cara yang sama bahwa hal-hal buruk terus menumpuk satu demi satu sejauh ini, hal-hal baik mulai menumpuk sebagai gantinya. Beberapa hari kemudian, layanan perlindungan anak akhirnya muncul untuk menyelidiki penganiayaan ibunya. Tampaknya percobaan bunuh dirinya telah menarik perhatian pada fakta bahwa mungkin ada sesuatu yang salah dengan keluarganya.
Namun, alih-alih mengadukan ibunya, Eri melakukan yang terbaik untuk menampilkan akting sebagai seorang putri yang baik, meskipun itu membuatnya ingin muntah. Dia tahu bahwa jika dia dipisahkan dari ibunya, dia tidak akan bisa terus bersekolah di sekolah yang sama.
Eri dengan jelas mengingat reaksi ibunya ketika dia berpura-pura mencintainya. Awalnya ekspresi ibunya benar-benar terkejut, tapi kemudian perlahan berubah menjadi ketakutan.
Saat itulah Eri menyadari betapa sederhananya membalikkan dunia seseorang dan membuat mereka menari di telapak tangannya. Hanya dengan tersenyum pada ibunya alih-alih menatap tajam, dia bisa memaksanya untuk mengalihkan pandangan dan terdiam. Suatu kali, Eri menghampiri ibunya dan berbisik, “Apa yang harus aku curi darimu selanjutnya?” Dan pada saat itu, ibunya menjadi pucat pasi dan lari terbirit-birit keluar rumah.
Bagi dirinya, Eri yakin ini semua berkat Kouki, pangeran bersinar yang bersumpah untuk melindunginya. Karena Kouki telah menyelamatkannya, dunianya telah berubah. Dia percaya bahwa dia istimewa dan dia telah dipilih oleh pangeran tampan ini. Selama dia bersamanya, dia yakin hidupnya akan penuh cahaya dan kebahagiaan.
Eri terus mengancam ibunya sampai dia pergi untuk tinggal di tempat lain dan hanya memberi Eri uang saku bulanan. Dan begitu itu terjadi, dia mulai bersiap untuk menyambut Kouki di sisinya. Namun, yang tidak disadari Eri adalah bahwa dia salah memahami orang seperti apa Kouki.
Bagi Kouki, Eri hanyalah gadis lain yang seharusnya diselamatkan oleh pahlawan seperti dirinya. Dan di matanya, pekerjaannya selesai saat dia berbicara dengan teman-teman sekelasnya dan meminta mereka untuk bergaul dengan Eri.
Dengan cara yang sama bahwa si heroine yang diselamatkan protagonis jarang muncul di arc masa depan, bagi Kouki, arc Eri sudah selesai, jadi dia tidak perlu lagi berinteraksi dengannya.
Eri tidak menyadarinya, dan dia merasa aneh bahwa Kouki memperlakukannya sama seperti dia memperlakukan orang lain. Terlebih lagi, dia gagal menyadari bahwa gadis-gadis lain yang dia selamatkan juga tidak “istimewa” baginya. Dia mulai terbakar oleh kecemburuan, merasa penasaran mengapa mereka berada di sisinya dan bukan dirinya. Penderitaan masa kecilnya telah menghancurkan hatinya berkeping-keping, dan yang Kouki lakukan hanyalah merekatkan bagian luarnya kembali agar terlihat seperti dia baik-baik saja. Namun, pekerjaan perbaikan yang buruk seperti itu tidak dapat bertahan lama, jadi hati Eri yang hancur lagi-lagi hancur berkeping-keping, kali ini mengirimnya ke putaran kegilaan yang tidak ada jalan keluarnya.
“Bukankah kamu bilang aku tidak sendirian lagi? Bukankah kau berjanji untuk melindungiku? Jadi, mengapa kau mengatakan hal yang sama kepada orang lain? Kenapa kau tidak hanya melihatku? Mengapa kau tidak membantuku meskipun aku sangat menderita sekarang? Kenapa kau tersenyum seperti itu pada gadis lain? Mengapa kau melihatku seperti aku hanyalah gadis lain? Mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa mengapa…” Kegelapan jenis baru mulai menyelimuti hati Eri. Dia bisa merasakan dirinya tenggelam ke dalam lubang kecemburuan, perlahan tenggelam sampai tidak ada—
“E..ri... Eri... Eri!”
Eri tiba-tiba tersentak dari ingatannya. Merasa seolah-olah beban berat telah terangkat dari pundaknya, dia menikmati tangisan tersedak, bau samar keringat dan darah, dan sensasi daging mentah di telapak tangannya.
“Whoops.”
Menyadari apa yang terjadi, Eri mengendurkan otot-ototnya. Kemudian dia melihat Kouki terbatuk-batuk kesakitan di bawahnya. Sepertinya dia secara tidak sadar mulai mencekiknya.
Ugh... Aku tidak percaya aku mendapat mimpi yang tidak menyenangkan. Mengapa aku bermimpi tentang masa lalu sekarang, daripada kesempatan lain? Apakah aku hanya gugup tentang akhir dunia?
Masih mengangkangi Kouki, Eri menyaksikan dengan tenang saat dia terengah-engah.
Untuk semua pengakuan cintanya untuk Kouki, dia tampak sangat tidak memihak ketika dia memandangnya. Itu hampir seolah-olah dia telah berubah menjadi seorang Apostel dalam tubuh dan jiwa.
“E-Eri? Apakah kamu baik-baik saja?”
Orang normal akan meneriaki Eri karena mencoba mencekik mereka, tetapi Kouki benar-benar khawatir dengan konsidinya. Tidak ada rasa takut, marah, atau bahkan ketidakpuasan dalam suaranya. Eri tidak tahu apakah dia seperti itu karena kebaikan bawaannya sendiri atau karena dia memanipulasi pikirannya dengan Spirit Binding. Bagaimanapun, dia puas dengan tanggapannya.
Dia memberinya senyum berseri-seri. Tapi baginya, bahkan senyum sempurna itu tampak seperti seringai meremehkan.
“Aku baik-baik saja, Kouki-kun. Maaf aku mencekikmu. Itu pasti menyakitkan.”
“Aku akan baik-baik saja. Kau mengalami mimpi buruk, bukan? Aku bisa mendengarmu mengerang dalam tidurmu.”
“Ya, aku. Aku bermimpi di mana mereka membawamu pergi dariku dan membunuhku.”
Kebohongngan terucap secara alami seperti bernafas bagi Eri, jadi dia mengatakan itu sambil meringkuk ke Kouki. Tak satu pun dari mereka mengenakan pakaian apa pun. Keduanya sedang beristirahat di tempat tidur jelek di kamar bobrok. Jendela-jendelanya pecah, sebagian langit-langitnya ambruk, dan retakan menjalar di lantai. Dari segi ukuran, kamarnya sebesar suite hotel mewah, tapi terlalu kumuh untuk ditinggali siapa pun dengan nyaman.
Pemandangan Eri, dengan rambut abu-abunya yang kotor, memeluk Kouki, yang masih bertingkah seperti dirinya yang baik, namun memiliki mata yang mendung dan tidak fokus, di tengah ruangan yang membusuk itu sekaligus terasa seperti fetishistik, kesepian, dan putus asa.
“Jangan khawatir, Eri,” Kata Kouki, memposisikan dirinya ke posisi duduk dan mengepalkan jari-jarinya. “Aku tidak akan membiarkan kawan-kawan terpengaruh Nagumo lebih lama lagi. Aku akan membebaskan Shizuku dan yang lainnya dari cuci otaknya, lalu menyelamatkan semua teman sekelas kita. Aku akan melakukan apapun untuk mengalahkan Nagumo, bahkan jika aku harus mengotori tanganku. Dia melakukan terlalu banyak kejahatan untuk dibiarkan berkeliaran dengan bebas.”
Kouki pun berbicara dengan nada yang menunjukkan kemarahannya, melampiaskan semua perasaan gelap yang bercokol di hatinya. Dia sepenuhnya yakin bahwa dia benar dan bahwa Hajime Nagumo adalah akar dari semua kejahatan. Dia benar-benar percaya bahwa membunuh Hajime akan menyelesaikan segalanya. Faktanya, dia yakin bahwa membunuh Hajime akan membuat semua teman sekelasnya mempercayainya lagi, membuat semua temannya mencintainya lagi, dan mengembalikan semuanya seperti semula. Sama sekali tak memiliki dasar untuk kepercayaan itu, tapi dia sepenuhnya percaya itu akan membawanya kembali ke kebenaran, mengubahnya menjadi pahlawan semua orang sekali lagi.
“Ya, ya, aku tahu. Kita harus membuatnya menerima balasannya atas semua itu.” Kata Eri sambil bangkit dan menutupi kepalan tangan Kouki dengan tangannya. Tapi terlepas dari tingkah lakunya yang lembut, mata abu-abunya bersinar dengan cahaya yang ganas.
“Jika iblis itu muncul, kamu akan melindungiku, kan? Kau berjanji, ingat?”
“Ya. Aku akan melindungimu.”
“Kau akan memprioritaskan aku daripada teman sekelasmu, teman dekatmu, dan bahkan perasaanmu sendiri, kan?”
“Nah.”
“Kau berjanji kita akan bersama selamanya, bukan?”
“Y-Ya…”
"Jangan khawatir. Aku di pihakmu, Kouki-kun. Nyatanya, hanya aku yang ada di sisimu. Aku tidak seperti yang lain, yang mengkhianatimu. Aku akan berdiri di sisimu selamanya. Aku akan membantumu kapan pun kau membutuhkannya.” Kata Eri berbisik manis ke telinga Kouki, matanya bersinar dengan cahaya bagaikan seorang maniak.
Jelas menyadari kelembutan di lengannya, tekad Kouki untuk melakukan apa pun untuk “menyelamatkan” teman-teman sekelasnya memudar dan dia merasa dirinya tersedot ke mata abu-abu Eri.
Tentu saja, dia masih ingin menyelamatkan teman-temannya, tetapi dia juga ingin menghukum mereka karena begitu mudah disesatkan oleh Hajime dan mengkhianatinya. Perasaan yang saling bertentangan berperang di dalam dirinya, dan dia tidak lagi yakin tindakan apa yang “benar”. Namun, keinginannya sendiri untuk memiliki jawaban yang jelas atas segala sesuatu dalam hidup dan Spirit Binding Eri keduanya secara halus mendorongnya untuk menyamakan keinginannya Eri dengan keadilan menurut Kouki.
Kouki saja sudah lebih cenderung hanya akan menerima bagian dari kenyataan yang sesuai dengan sudut pandangnya, membuatnya mudah bagi Spirit Binding Eri untuk sepenuhnya mendominasi dirinya. Dia telah terpesona oleh tipu muslihat Eri dan rela membiarkan dirinya terjebak dalam jaringnya.
“Eri... Terima kasih. Hanya kaulah satu-satunya yang …”
“Ya? Katakan saja.”
Dia jelas telah membimbingnya untuk mengatakan ini, tetapi dia masih ingin mendengar kata-kata itu keluar dari bibirnya.
Tidak menyadari bahwa dia sedang dimanipulasi, Kouki berkata dengan suara polos, “Hanya kamulah.. satu-satunya yang spesial bagiku. Apapun yang terjadi, aku tidak akan pergi dari sisimu. Aku akan melindungimu, Eri.”
“He he he he he he he he he…”
“Eri? Mmmpf…” Kouki menatap Eri dengan kawatir, tapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, Eri menempelkan bibirnya ke bibir kouki. Namun, bahkan tindakan itu membuatnya tampak seperti laba-laba yang melahap mangsanya.
Setelah beberapa menit, dia menghentikan ciumannya, garis air liur yang berkilauan menghubungkan bibir mereka. Tersenyum tipis, Kouki menutup matanya dan mulai tertidur
Demi-apostleification telah meningkatkan statistik Kouki, tetapi tubuhnya tahan terhadap perubahan itu. Meskipun dia tidak memiliki kekuatan yang akan diberikan oleh apostleification sepenuhnya, dia masih jauh lebih kuat dari sebelumnya. Akibatnya, tubuhnya perlu sering beristirahat sampai menyesuaikan dengan kekuatan barunya. Tln : Demi-apostleification = sebutan untuk makhluk setengah apostel. Apostleification = proses perubahan menjadi Demi-apostleification / Apostel.
Eri membungkus dirinya dengan selembar kain dan meninggalkan tempat tidur. Kain itu terseret di sepanjang lantai di belakangnya saat dia berjalan tanpa alas kaki ke jendela yang pecah. Pecahan kaca berderak di bawah kakinya, tetapi tubuh apostleifiednya terlalu kuat untuk dirusak oleh kaca belaka.
Begitu dia sampai di jendela, dia melihat ke luar. Langit berwarna merah karat dan kota itu hancur lebur. Angin kering bertiup melalui jalan-jalan. Ini adalah sisa-sisa dari salah satu peradaban yang dipermainkan Ehit, dihancurkan, dan kemudian diangkut ke alam para dewa untuk dilestarikan selama-lamanya.
Hitung mundur menuju akhir dunia hampir berakhir. Segera, seluruh Tortus, dan kemudian Bumi, akan berakhir seperti kota yang hancur ini.
“Lebih baik kau benar-benar mati kali ini,” Gerutu Eri. Bahkan di bawah pengaruh Spirit Bindingnya. Kouki masih tidak bisa melepaskan keinginannya yang tersisa untuk menghancurkan Hajime dan menyelamatkan teman-temannya. Namun, Eri sama sekali tidak tertarik untuk melawan Hajime. Faktanya, terakhir kali dia melihatnya, dia memiliki lubang menganga di perutnya dan telah dipukul oleh Ehit dengan sangat keras sehingga dia dipenuhi luka dari kepala sampai kaki. Dia mengira pasti monster jurang maut itu akan mati di sana, tetapi dia mengetahui setelah itu dari seorang apostle bahwa dia entah bagaimana berhasil keluar dari situasi itu hidup-hidup. Dan bukan hanya itu, dia juga membunuh Alva dalam prosesnya. Sungguh tidak bisa dipercaya.
Hajime Nagumo berada di luar pemahaman Eri. Akal sehat sepertinya tidak berlaku untuknya. Tidak mungkin dia mengambil risiko berkonfrontasi dengannya. Tidak ada yang baik akan datang dari berurusan dengan anak laki-laki terkutuk itu. Langkah terbaik yang mungkin adalah mengabaikannya begitu saja.
Eri ragu dia bisa menembus gerbang menuju Sanctuary, jadi dia mungkin akan mati bersama umat manusia lainnya ketika gempuran para apostles menyerbu dunia mereka.
Dia lebih baik mati.
Eri sudah membuat kesepakatan dengan Ehit. Setelah Ehit menaklukkan Bumi, sebagai hadiah atas usahanya, dia akan menghadiahkan kota ini padanya dan tidak ada seorang pun, terutama Hajime dan teman-temannya, yang akan mengganggunya. Untungnya, dia sudah melakukan cukup banyak usaha, jadi Ehit bahkan tidak ingin dia menjadi bagian dari pasukan yang menyerang Tortus.
Selain itu, bahkan jika Hajime dan teman-temannya berhasil masuk ke Sanctuary, dia tetap tidak harus menghadapi mereka. Reruntuhan kuno ini adalah yang terjauh dari gerbang Sanctuary, dan secara astronomis tidak mungkin Hajime akan bertemu dengannya dalam perjalanan ke Ehit. Ditambah lagi, dia ragu Hajime punya alasan untuk mencarinya. Dia tahu Hajime Nagumo tidak tertarik padanya atau Kouki. Dia adalah pria yang rasional, dan jika tujuannya adalah untuk mendapatkan kembali putri vampirnya, dia tidak akan membuang-buang waktu untuk mencarinya. Dan kemudian, ketika dia berhadapan dengan Dewa, Ehit hanya akan menjatuhkannya. Bagaimanapun, dengan semua kekuatan yang Hajime miliki, dia tidak memiliki kesempatan melawan Ehit.
Hampir semuanya menguntungkan Eri di sini. Apa pun yang terjadi, kemenangannya sudah pasti. Dan lagi...
“Menyebarlah dalam radius satu kilometer. Awasi jika ada penyusup,” Katanya kepada seorang pria bersayap abu-abu yang berdiri di luar jendelanya.
Pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, dan tubuhnya berantakan. Dia hanya mengangguk tanpa suara, lalu mulai mengitari reruntuhan kota. Sosok bersayap abu-abu lainnya melompat keluar dari gedung pencakar langit terdekat untuk bergabung dengannya, dan mereka menyebar untuk menetapkan batas di sekitar reruntuhan.
Eri tidak bisa berpuas diri. Hanya setelah dia membunuh semua orang yang tidak dia butuhkan, menangkap semua orang yang dia bisa, dan mengikat jiwa mereka sendiri dan menghancurkan keinginan mereka untuk melawannya, dia bisa merasakan sedikit kedamaian. Dia telah kehilangan kepercayaannya pada siapa pun atau apa pun sejak bertahun-tahun yang lalu.
“Aku menaruh kepercayaanku padamu, Dewa,” Katanya dengan seringai sinis. Meskipun dia tampak seperti seorang apostel, dia memiliki kepercayaan yang sama besarnya pada Ehit seperti yang dilakukannya pada orang lain.
Memutar tumitnya, dia kembali ke tempat tidur dan menatap wajah tidur Kouki. Kemudian, setelah beberapa detik, dia menurunkan dirinya ke sisinya dan memeluknya.
“Kita akan bersama selama-lamaaanya,” Pekiknya saat dia melingkarkan keempat anggota tubuhnya di sekelilingnya. “Hanya kita berdua saja di dunia ini, tanpa ada yang mengganggu kita.”
Eri tersenyum. Dia tidak menyadarinya, tetapi dia tampak seperti ibunya sendiri, wanita yang dulu dia benci, itulah sebabnya dia tidak bisa percaya pada satu-satunya teman sejatinya, yang dia mencelanya sebagai orang munafik. Itu juga mengapa dia tidak dapat membayangkan bahwa Suzu mungkin masih datang mencarinya.
Eri gagal menyadari kekuatan temannya, yang telah dia hina dan putus pertemanan. Jadi, tentu saja, dia tidak pernah membayangkan bahwa teman yang sama itu mati-matian berjuang menuju Eri pada saat itu juga dengan harapan bisa menyampaikan perasaannya sekali lagi.
Semburan warna cerah adalah hal pertama yang dilihat Hajime dan yang lainnya ketika mereka pertama kali menginjakkan kaki ke Sanctuary.
Rasanya seperti mereka mengembara ke dalam gelembung sabun. Warna melengkung dan menyatu, dan bahkan objeknya kabur, tidak memiliki garis yang jelas.
“Ugh, kurasa aku mau muntah,” Gumam Suzu, menutup mulutnya dengan satu tangan.
“Jangan terlalu fokus pada satu hal…” Shizuku memperingatkan.
"Hei, Nagumo, apakah ini benar-benar Sanctuary?” Tanya Ryutarou, mengerutkan kening. Skyboards kelompok itu cukup rusak karena turbulensi yang harus mereka lalui untuk melewati gerbang, tetapi mereka dalam kondisi yang baik.
Hajime perlu menggunakan salinan Crystal Key yang lebih rendah dan versi lama dari Arrow of Boundaries yang diberikan Miledi Reisen kepadanya untuk memaksa masuk ke Sanctuary. Itu adalah akses masuk yang cukup kasar, jadi Ryutarou penasaran apakah mungkin mereka berakhir di tempat lain.
Hajime sendiri tidak cukup yakin untuk mengabaikan pertanyaan Ryutarou, jadi dia mengeluarkan Kompas Jalan Abadi untuk memeriksanya.
“Tidak, ini sudah pasti Sanctuary.”
Tio, yang telah mengawasi sekeliling mereka dengan waspada, menambahkan, “Dengan berapa banyak apostles yang keluar dari gerbang, aku berasumsi kita harus menghadapi pasukan dari apostle saat kita masuk.”
Mereka berhasil masuk ke Sanctuary, tapi sepertinya mereka berakhir di area yang berbeda dari tempat para apostles dan monster menunggu. Itu adalah keberuntungan yang baik, tetapi Hajime merasa pasti ada hal yang bisa diselidiki olehnya.
“Ini begitu tenang. Bahkan tidak ada satu apostles pun yang terlihat. Neraka, adalah satu-satunya hal yang nampak di sini…” Gumam Shea, melihat ke kejauhan. “Itu.”
“Kurasa itu tempat yang bagus untuk mendarat.”
Jauh di bawah grup itu, satu struktur bisa dilihat. Itu adalah tembok besar yang seluruhnya berwarna putih, tetapi itu adalah satu-satunya bangunan di dunia yang semarak dan penuh warna ini yang tampak seperti beton. Bagian atas tembok cukup lebar untuk menampung sepuluh orang yang berdiri bersebelahan. Dari sana, satu jalan yang tampaknya membentang selamanya mengarah lebih jauh ke wilayah aneh ini.
TL: Sui EDITOR: Drago Isekai | ||
<<-PREV | TOC | NEXT->> |