Widget HTML #1

Lazy Dungeon Master Light Novel Bahasa Indonesia Vol 17 : Chapter 2 - Part 1

Lazy Dungeon Master Light Novel Bahasa Indonesia Volume 17 : Chapter 2 - Part 1

Font Size : | |

Bawahan Haku, Dolce berkunjung ke Goren. Tujuannya kali ini hanyalah untuk bersantai daripada menjadi mata-mata atau pengawal.

Namun, dia memiliki satu pekerjaan.

“Rokuko, saya telah membawa Divine Mattress. Silakan diterima,” Kata Dolce dengan hormat. Dia kemudian mengangkat matras (yang bergaya Jepang dan karenanya ringan) ke atas kepalanya sebagai persembahan. Aura ilahi yang memancar darinya tidak salah lagi bahwa ini adalah bagian dari Tempat Tidur Ilahi. Secara teknis dia hanya meminjamkannya kepada kami, tetapi dalam praktiknya kami dapat melakukan apa pun yang kami inginkan berkat janji kami.

Efek matras adalah, tak hanya regenerasi universal yang dimiliki semua Tempat Tidur Ilahi, kemampuan untuk terbang di udara sambil tidur ala karpet terbang.

Kupikir idenya adalah bahwa Father sang Dewa Kegelapan membuat Tempat Tidur Ilahi untuk dewa pencipta, bukan? Kami tentu memiliki satu dewa pencipta yang malas jika ia membutuhkan tempat tidur untuk bepergian saat dirinya tidur. Nah, itu pria yang bisa kuhormati.

“Terima kasih, Dolce. Sekarang Keima selangkah lebih dekat menuju keabadian.”

“Kamu tahu, bukankah ini secara teknis seharusnya menjadi hadiah untukku, bukan kamu?”

“Apa masalahnya? Tidak ada bedanya dengan kau yang menerimanya.

Yah, kurasa aku berada dalam posisi pelayan di sini, jadi menerima persembahan akan sedikit merepotkan. Tentu.

“Nah, Nyonya Haku bilang untuk memberikannya pada Rokuko, jadi…” Perintah Haku ya? Bukan hal yang mengejutkan sih bagiku.

“Yah, pekerjaanku sudah selesai, jadi aku akan pergi menikmati waktu istirahaaat…” Kata Dolce, melangkah melewati pintu ruangan. Itu adalah cara yang sangat mirip hantu(Wraith) untuk pergi. Rupanya dia berencana untuk bersantai di ruang bawah tanah gereja dan memakan energi terkutuk di sana.

Oh, aku hampir lupa,” Kata Dolce sambil menjulurkan kepalanya ke pintu. “Aku perlu bicara dengan Ichika tentang balapan tikus kekaisaran, jadi kirimkan dia ke tempatku kapan pun kamu bisa…”

“Hm? Jika itu untuk pekerjaan, aku bisa langsung memanggilnya.”

“Aku mengantuk, jadiiii… sebaiknya sore ini, atau malam ini jika memungkinkan… Umm, oyasuminasai, seperti yang mereka katakan?”

“Yah, istirahat pasti lebih penting. Oyasuminasai.”

Dolce adalah seorang Wraith. Hanya masuk akal bahwa dia adalah burung hantu malam. Aku akan memberitahu Ichika untuk berbicara dengan Dolce nanti malam, lalu aku pergi tidur.

Jadi untuk saat ini… Mari kita coba matras ini. Sepertinya terbang sambil tidur akan menyenangkan.

“Keima, sepertinya Dolce tidak menyadari jika kita barusan berkencan.”

“Yep. Itu melegakan.”

“Yah, pokoknya, kamu tidak akan dibunuh bahkan jika mereka mengetahuinya. Dan jika ya, Kau akan hidup kembali dengan {Ultra Transformation}, jadi.”

Aku merasa optimisme tidak cocok dengan berlagak percaya diri pada seseorang yang sekarat?

Juga, aku cukup yakin mereka hanya akan menikamku sampai mati sementara aku rentan setelah dibangkitkan.”

“Mereka jelas tidak akan melakukan itu hanya dalam satu kencan,” Kata Rouko, menekan satu tangan ke alisnya dan menggelengkan kepalanya. “Maksudku, dengar, Keima. Jika Haku membunuhmu, aku akan membencinya, kan?”

“Ya…? Maksudku, aku membayangkan bakal begitu. Tentu.”

“Jadi menurutmu Haku akan membunuhmu? Mengetahui hal itu?”

“Kamu ada benarnya…”

Sekarang setelah dia menyebutkannya, jika Haku tidak bisa melakukan apa pun yang akan membuat Rokuko membencinya, maka membunuhku adalah sesuatu yang harus dia hindari lebih dari apa pun. Rasanya agak sombong untuk mengatakannya sendiri, tapi sebenarnya Rokuko memang mencintaiku, jadi…

“Meskipun demikian, tentu tidak ada alasan untuk pergi keluar dari cara kita untuk membuatnya marah. Aku tidak tertarik menginjak ekor Naga mana pun.”

“Ekor naga, hm… aku menginjak ekor Redra sebelumnya, tapi dia tidak marah. Mereka tidak selemah itu sehingga manusia yang menginjaknya akan sangat menyakitkan.”

Idiom Isekai, tidak sesuai dengan kenyataan... Dan aku berusaha keras untuk mempelajarinya juga.

“Yah, mengesampingkan ekor, aku tidak ingin mereka marah. Biarkan anjing tidur tetap terbaring, bagaimana dengan itu?”

Jika itu berarti membuatmu menyentuhku, aku akan mendorong setiap anjing yang kulihat jadi terjaga.”

“…Kamu ingin aku menyentuhmu sebanyak itu?”

“Mhm,” Jawab Rokuko seketika, telinganya merah.

“Setidaknya tunggu sampai Dolce pulang. Oke?”

“Oke. Kalau begitu, kita bisa pergi kencan lain saat dia pulang.”

“Ji-Jika kamu bersikeras. Melakukan dua kencan dungeon berturut-turut akan sedikit berlebihan, jadi bagaimana dengan Tsia lain kali?

Maka kencan kami berikutnya direncanakan. Ngh, aku tidak bisa menolak…! Setidaknya itu terjadi setelah waktu istirahat Dolce berakhir.

 

# Perspektif Ichika

Malam itu, di bawah gereja, Ichika datang menemui Dolce. Dia ada di sana atas perintah Keima, jadi tidak ada masalah bagi siapa pun yang melihatnya. Dia dengan santai menyapa para biarawati Succubus yang dia lewati dalam perjalanan ke ruang bawah tanah. Dolce berada di salah satu sel penjara terbuka.

Akhirnya kau disini. Nih untukmu,” Kata Dolce, tidak ada sedikitpun rasa kantuk di matanya. Dia menyerahkan sebuah amplop kepada Ichika, yang menerimanya. Segel itu milik Dewi Gading— bisa dikatakan, itu adalah pekerjaan dari Haku.

“Jadi, kali ini apa?”

“Aku sarankan kau membacanya dan segera mencari tahu.”

“Apaan dah? Pasti sesuatu yang sangat serius. Ichika mengeluarkan surat itu dari amplopnya, dan membacanya. Detailnya membuat ia tersentak sedikit dan matanya membelalak. “Apakah ini beneran? Seperti, Serius nih?

“Memang. Itu adalah tugasmu, Ichika.”

“Benarkah?” Ichika menggaruk kepalanya. “Kenapa ini? Ini sangat mendadak.”

“Siapa yang bisa bilang? Bukan tugas kita untuk mengetahuinya.”

“Ini tentang perasaanku, tahu? Ayolah. Mungkin kalian baik-baik saja karena kalian monster, tapi aku, seperti, manusia. Aku ingin tidur di malam hari, nona.”

“Seorang manusia? Kau adalah alat. Apakah kau tinggal di sini begitu lama sehingga kamu lupa itu, mungkin?

“Aaah, yah, kamu ada benarnya. Kurasa. Masa damai membawa masa bodoh, seperti yang mereka katakan.” Ichika mengerutkan alisnya dan menghela nafas. “Apakah aku benar-benar harus melakukan ini?”

Ya. Itu adalah tugasmu, Ichika,” Jawab Dolce, tidak menyisakan ruang untuk protes. Sikap mengantuk dan malas yang ditunjukkan Dolce pada Keima tidak terlihat di mana pun; di hadapan Ichika hanya berdiri direktur tanpa ekspresi dari Divisi Pembunuhan Kekaisaran Laverio— bawahan Haku, dan anggota dari empat bawahan utamanya.

Bagaimana jika ada kemungkinan dia berubah pikiran nanti dan aku melakukan kesalahan dengan melakukan ini?"

“Dia bilang ia tidak keberatan dan kamu tidak akan dihukum. Ini perlu dilakukan.”

“Jadi dia bersungguh-sungguh, ya…?”

“Itulah yang telah dikatakan padaku. Sekarang… Sorin. Jawabanmu?” Ichika mendecakkan lidahnya. Sepertinya mengatakan tidak bukanlah pilihan.

“… Roger,” Katanya pada akhirnya. Dolce tersenyum.

 

Ketika aku terbungkus di tempat tidur, pintu kamarku diam-diam terbuka, lalu tertutup. Itu pasti Niku. Aku tidak memedulikannya dan terus memejamkan mata. Namun…

“Tuaaan? Kau sudah tidur?” terdengar suara dengan aksen Pavella. Aku membuka mataku.

“Ichika…?”

“Ah, kau masih bangun.”

Aku menggosok mataku dan menatapnya, hanya untuk melihat bahwa Ichika mengenakan celana dalamnya. Dia mengenakan celana dalam putih berenda dari dungeon, ditambah sabuk garter dengan kaus kaki di atas lutut. Bisa dikatakan dia berdandan untuk acara itu.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Eh, baiklah. Kau tahu… Aku punya sedikit permintaan untukmu, jadi… Aku bilang pada Niku aku ingin menjadi dakimakuramu hari ini, dan dia bertukar tempat denganku,” Kata Ichika, menuju ke bantalku. “Oh, dan Rokuko juga bilang oke, jadi jangan khawatir."

“Rokuko bilang gitu? Benarkah?”

“Kau pikir aku akan berbohong tentang itu, bung? Jika kau tidak percaya padaku, periksa kerahnya. ”

“Ini adalah perintah. Jujurlah: apakah Rokuko memberimu izin untuk menjadi dakimakura-ku?”

“Dia memberi izin. Astaga, tanpa ampun, ya? Maksudku, aku sendiri tidak bisa mempercayainya, tapi tetap saja.”

Kerah Ichika tidak mengerut. Rupanya dia mengatakan yang sebenarnya. Yah… kurasa Rokuko menganggap Niku dan Ichika hanya sebagai budak, jadi.

“J-Jadi, keberatan kalau aku memasuki futon? Agak malu, tapi kau tahu.”

“…Tentu? Masuklah.” Aku mengangkat selimut untuk Ichika.

“'Permisi, masuk ya... Wah, itu dipenuhi dengan kehangatan dan baumu, ya?”

“Jangan ragu untuk pergi jika kau tidak menyukainya.”

“Aku jelas menyukainya, ya. Aku sudah bilang padamu sebelumnya, bukan? Aku tidak akan menggigit jika bersamamu, Tuan,” Kata Ichika, memelukku dari samping di dalam bantal. Tidak seperti Niku, dia pemalu tentang hal itu, agak geli, dan lembut di sekujur tubuhnya. Maksudku, Niku juga lembut, tentu daki yang bagus, tapi dada Ichika jauh lebih lembut.

“Oh? Mengenakan piyama biasa, ya?”

Ya. Aku merasa jika diriku menggunakan Tempat Tidur Ilahi setiap hari, aku akan termakan oleh hal itu atau semacamnya.”

“Mmm, itu fakta? Aku suka pengekangan-semacam itu yang kau miliki untuk segala macam hal, Tuan,” Katanya, meringkuk ke arahku. Mungkin karena rambutnya lebih panjang dari Niku, aromanya jauh lebih kuat meski seharusnya mereka menggunakan sampo yang sama. Ada juga aroma bumbu kari yang samar. Dia pasti sedang makan kari gulung baru-baru ini.

Tuan. Supaya kita, seperti, jelas, Kau dapat melakukan apa pun yang kamu inginkan pada diriku, oke? Atau… mungkin kau ingin aku melakukan apapun yang kusuka denganmu? Banyak yang bisa kita lakukan, jadi. Ingat tempo hari ketika Soto menjadikanmu seorang gadis? Jangan ragu untuk melakukannya di sini dan saat ini.”

“Tidak, tidak mungkin. Menjadi seorang dakimakura adalah pekerjaan yang membanggakan yang tidak melibatkan semua itu, oke?”

“Awww, menyebalkan. Kau mungkin telah menyadarinya, tetapi aku datang ke sini berharap untuk itu,” Kata Ichika, mengangkat selimut sedikit untuk memperlihatkan bahu putih dan belahan dadanya yang besar. Aku… menarik selimutnya kembali. “Dingin sekali… aku bertindak sejauh ini untukmu, namun…”

“Nah, kau terlalu blak-blakan, itu mencurigakan. Aku diam-diam mengeluarkan Pedang Suci Siesta-ku untuk menidurkan Ichika. Tanpa ini, kami mungkin akan terjaga sampai pagi. “Ada apa denganmu? Apakah Dolce mengatakan jika kau merayuku untuk bisnis mata-mata, dia akan membiarkanmu makan kari rolls sebanyak yang kau inginkan?

Aku dengan hati-hati menghunus pedang di belakangku dan meletakkannya di atas bantalku. Sekarang aku hanya perlu bersantai dan membiarkan gelombang tidur Siesta membuat kami tertidur. Ichika tidak akan bisa melakukan hal aneh jika dia tertidur.

“Ahaha! Kau adalah orang yang cerdas, Tuan… itulah yang ingin aku katakan, tapi…” Ichika tiba-tiba memelukku erat-erat. “Maaf, tapi aku bersungguh-sungguh. Aku merasa kasihan pada Rokuko, tapi… mnn!”

“Gah?!”

Ichika menekan bibir lembutnya ke bibirku, menghisap mulutku… dan kemudian punggungku terasa panas. Sentakan rasa sakit menyerangku. Cairan memenuhi tenggorokanku, memaksaku untuk batuk.

“Ngh! Gah, nghaaha…!” Aku mencoba berbicara, tetapi bibirku pecah. Aku merasakan sesuatu bergoyang-goyang di punggungku, mengirimkan kilatan putih ke otakku yang bahkan melampaui rasa sakit yang paling tajam. Aku mencoba mendorong Ichika, tapi dia tidak mau mengalah. Apa yang terjadi?

“Nn, glug… fwaah! Tuan, darahmu terasa sangat enak,” Kata Ichika, menjilat darah merah dari bibirnya. Itu... darahku? Apa-apan…

“Lanjutkan saja dan tidur, oke? Kata Ichika, tersenyum menyihir dengan pisau berlumuran darah di tangannya. Dia kemudian mengayunkan pisaunya; pandanganku berputar, dan kemudian kepalaku membentur sesuatu. Pikiranku menjadi gelap… dan aku melihat tubuhku tanpa kepala. Ah. Inikah… kematian…

 

# Perspektif Rokuko

Saat itu tengah malam. Sirene peringatan tiba-tiba mulai berbunyi. Rokuko melempar selimutnya, melompat, dan segera memeriksa dengan Elka, peri yang mengelola Dungeonnya.

“Apa yang sedang terjadi?!”

“Ada penyusup di Dungeon, Rokuko!” terdengar balasan melalui panggilan suara Dungeon.

“Selalu ada penyusup! Siapa itu secara spesifik dan apa yang mereka lakukan?!”

“D-Dolce menghancurkan salah satu Dummy Core yang tersembunyi!”

“Dolce? Dummy Core?” Rokuko membuka peta dan memeriksa posisi Dolce. Dia berada di area pintu masuk tepat di awal dungeon. Ada Dummy Core yang tersembunyi di dalam salah satu perangkap di sana.

“Mengapa Dolce menghancurkan Dummy Cores? Elka, kirim Goblin untuk menghentikannya.”

“Itu tidak akan berhasil, dia akan langsung membunuh mereka!”

Ini tidak masuk akal. Mengapa Dolce tiba-tiba mulai menyerang Dungeon? Dan menghancurkan Dummy Core begitu saja?

“Bagaimana dengan Keima?! Bangunkan dia!”

“Dia tidak merespons! Dia kemungkinan besar sedang tidur!”

Di saat-saat krusial ini? Bagaimanapun, ini darurat. Dia harus membangunkannya. Rokuko berlari keluar dari kamarnya di kediaman walikota dan bergegas ke kamar Keima.

“Siapa disana. Ada apa, Rokuko?”

“Ichika. Ini darurat! Dolce menyerang Dungeon!”

“Tunggu, Dolce? Beneran? Seperti, kenapa?”

“Aku tidak tahu! Ini darurat, bangunkan Keima!”

Rokuko melewati Ichika dalam perjalanan dan membawanya ke kamar Keima. Pintunya tidak dikunci, jadi dia menendangnya dan masuk ke dalam. Keima dengan malas berbaring di kasurnya.

“Bangun, Keima! Ini darurat!”

Rokuko tanpa ampun mencengkeram dadanya dan mendudukkannya, tapi tidak peduli seberapa keras dia mengguncangnya, Keima terus tertidur.

“Tidak terlihat bagus, bung. Dia barusan terlelap…”

“Guuuh, apa yang harus kulakukan… Kenapa Dolce melakukan ini…”

Rokuko memeriksa peta dan melihat Dolce menghancurkan Dummy Core di bawah bagian batu besar di area labirin. Itu yang ketiga dari yang tersembunyi di sana. Termasuk yang ada di area pintu masuk, dia sudah menghancurkan lima.

“Ngh! Kenapa dia tahu di mana hal itu berada?!”

“Mungkin menggunakan mata magis atau semacamnya? Juga, instingnya sebagai monster Dungeon, mungkin.”

“Benar. Rasanya seperti dia kebetulan menghancurkan Dummy Core yang dia lewati.”

Ada cukup banyak Dummy Core yang belum dihancurkan di area yang ditinggalkan Dolce. Ada juga Core di area yang belum dia lalui. Terlepas dari itu, Dolce melewati Inn of Greed dan terbang ke tangga spiral. Dia mengabaikan para petualang yang dia lewati di jalan, dan mereka juga tidak menyadarinya, hanya merasakan angin dingin yang bertiup. Dolce si Wraith benar-benar datang untuk membunuh Dungeon. Itulah kesan yang didapat.

“Gah?! Dia sudah berada di area gudang?!”

“Seperti, dia bisa terbang. Gimmick tangga tidak akan menjadi apa-apa baginya.

Rokuko mengerutkan alisnya. Meski demikian, bahkan Wraith pun tidak bisa melewati dinding dan pintu Dungeon yang bukan miliknya. Kalau begini terus, dia akan terjebak di Restoran Kerakusan yang baru saja dikunjungi Rokuko bersama Keima.

“Elka! Identifikasi Dolce sebagai musuh dan bangunkan gadis monster untuk mengalahkannya! Ulur waktu dengan mengirimkan Golem Haniwa ke arahnya! Aku akan membangunkan Keima bagaimanapun caranya!”

“Y-Ya, Bu! Mereka sudah ada di sini, bersiap di posisi bertarung!”

Maka, Rokuko akhirnya memutuskan untuk memandang Dolce sebagai musuh. Dia untuk sementara menyerahkan urusannya kepada bawahannya, dan fokus pada pekerjaannya yang paling penting— membangunkan Keima.

“Rokuko, kawanku. Bukankah, seperti, kecantikan tidur dibangunkan oleh ciuman dari satu cinta sejatinya?

“Ciuman?!”

Tanpa ragu sedikit pun, Rokuko langsung menempelkan bibirnya ke bibir Keima dan memberikan ciuman keras. Bibir Keima sedikit keras dan sedikit lembut, sementara nafas dari hidungnya menggelitik. Namun sayangnya, Rokuko tidak sempat menikmatinya.

“Fwah! Dia tidak bangun?!”

“Kurasa tidak.”

“Apakah cintaku tidak cukup?”

“Nah, kawan, ini, seperti, hanya dongeng, jadi…”

Rokuko agak tidak puas, tapi dia menerimanya.

“Welp, tidak ada yang bisa kita lakukan saat ini. Rokuko, bagaimana kalau kau mengirimkan diriku ke Restaurant of Gluttony?”

“Ichika, kau pikir dirimu bisa mengalahkan Dolce?”

“Entahlah, tapi aku agak, seperti, dekat dengannya sejak aku mengawasinya setiap kali dia ada di sini. Jika dia harus menunggu di sana, mungkin dia akan mendengarkan beberapa negosiasi?” Kata Ichika menyarankan, ekspresinya menunjukkan kepasrahan dan ketetapan hati. “Belum lagi, benda ini bahkan mungkin bisa membuatnya tertidur,” lanjutnya, menunjukkan sekilas pedang kesayangan Keima, Siesta. Batu permata hitam di gagangnya berkelebat seolah mencoba mengatakan sesuatu. Itu pasti mengatakan, “Serahkan pada kami.”

Oke. Aku akan mengirim dirimu, tetapi aku akan memanggil dirimu kembali saat terlihat berbahaya. Rokuko memilih untuk menyerahkan nasib Dungeonnya di tangan Ichika.

Maka, dengan usaha Rei dan yang lainnya terbukti sia-sia, Dolce tiba di Restaurant of Gluttony. Tidak ada petualang lain di sana, sebagian karena sudah larut malam. Rokuko menyaksikan percakapan Ichika dan Dolce melalui monitor.

“Dolce. Di sini, kawan.

“Bagus, kau masih hidup. Hasilmu?”

“Yah. Aku tidak menyelesaikan tujuan utama, tetapi aku melakukan langkah pertama.”

Dolce memuji Ichika. Sepertinya Dolce memang mau berbicara dengannya. Tapi… apa itu tentang hasil? Rokuko memperhatikan, merasa bingung.

“Begitu juga tak masalah. Aku tidak berharap banyak sejak awalnya.”

“Hahaha, kasar. Yah, begitulah anggapan masterku tentang diriku, kurasa.”

Mereka sedang bercakap-cakap, tetapi detailnya tidak bisa dipahami. Apa yang mereka bicarakan...?

“Jadi, ini gimmick yang kau bicarakan?”

“Yuppers. Itu tidak akan membiarkan kau lewat kecuali kamu menunggu dua jam. Ini mahakaryaku… dan karena ini adalah situasi darurat, kau harus menunggu lima jam untuk bisa lewat.”

“Itu agak lambat. Namun, itu berfungsi sebagai gimmick karena siapa pun bisa lewat.”

“Kamu mengerti. Jadi, apa rencananya? Makanan di sini sangat enak, dan kau tahu jika aku mengatakan bahwa itu sungguhan.

“Aku tidak akan ikut ambil bagian. Mari kita lanjutkan.”

“Baiklah. Tarik saja tuas Golem begini. Sambil duduk.”

“Seperti ini?”

Dolce menjentikkan jari, menggunakan {Poltergeist} untuk menggerakkan tuas. Terdengar suara gedebuk, dan lantai restoran mulai turun.

“Ichika?! Apa yang kamu lakukan?!”

“Ups. Maaf, kawan. Sepertinya aku tidak bisa meyakinkannya.”

“Oh, apakah Rokuko menonton? Aku minta maaf untuk semua ini; ini hanya bisnis. Kami menganggapmu sebagai adik perempuan kami sendiri… tapi kerja tetaplah kerja.”

Ichika melambaikan tangan dengan malas, sementara Dolce menundukkan kepalanya dengan sungguh-sungguh. Rokuko menjadi panik; bagaimana, mengapa, kapan?

Saat dia panik, Ichika dan Dolce mengalahkan slime dan berjalan ke area coliseum. Yang terakhir meledakkan Dummy Cores yang tersembunyi di antara lampu sambil dengan santai mengalahkan midboss Golem Iron Haniwa. Golem dan Wraith adalah campuran yang buruk— alasannya adalah, serangan fisik Golem akan menembusnya, sementara Wraith dapat menggunakan sihir khususnya untuk menyerang Inti mereka secara langsung.

Keduanya menaklukkan area coliseum dan bergerak maju lebih jauh. Sebuah pintu megah mulai terlihat.

“Pintu itu sebenarnya jebakan. Bos sebenarnya kesebelah sini,” Kata Ichika, mengabaikan Pintu Kebanggaan dan pergi ke Ruang Bos. Di dalamnya ada Golem Naga yang dikendalikan oleh Rei, tetapi bahkan itu mengalami masa-masa sulit dengan para Wraith.

“…Aku benar-benar tidak ingin bertarung dengan benda ini.”

“Kau cukup masuk ke {Storage}ku. Aku akan mengeluarkanmu setelah selesai.”

“Roger dodger.”

Ichika masuk ke {Storage} Dolce tanpa banyak perlawanan, dan dengan itu pertarungan bos dimulai. Tipu muslihat Golem Naga adalah bahwa ia akan menembakkan api melalui jebakan Dungeon, tetapi pertarungannya masih mengerikan. Naga asli mungkin bakal sulit, tetapi Golem yang berbentuk seperti Naga tetaplah Golem.

Dolce mencabik-cabiknya dan bergerak melewati Ruang Bos, lalu menghancurkan Dummy Core di atas tumpuan di baliknya. Dia berhenti untuk melihat apakah Dungeon itu akan runtuh, lalu menarik Ichika dari {Storage}.

“Apa lagi selanjutnya, Ichika?”

“Wowzers, itu sangat cepat. Ada jalan rahasia di sini; tujuannya tepat di depan. Ichika membocorkan rahasia dalam sekejap dan menunjukkan Ruang Bos berikutnya.

“Aaah! Tipuan defensifku!”

“R-Rokuko, a-apa yang kita lakukan?” Tanya Rei sambil berlinang air mata.

“Bersembunyi. Jika kita fokus berlari dengan Golem Orichalcum, maka—”

“Oh, miniatur Golem Orichalcum, hm? Pengeluaran yang cukup mahal,” Kata Dolce, menangkap Golem Orichalcum seolah-olah itu bukan apa-apa. “Bosnya sendiri tidak buruk, tapi yang mengendalikannya tidak berpengalaman. Gerakannya sederhana. Bagaimanapun juga… Apakah ini bosnya, Ichika?”

“Yuppers. Ini cukup sulit, jadi jujur saja ya, aku bahkan tidak tahu harus berbuat apa di sini.”

“Ini agak sepele… Perhatikan,” Kata Dolce, lalu melemparkan Golem Orichalcum keluar ruangan. Sialan! Aku tidak memikirkan itu! Pikir Rokuko, memelototi Dolce melalui monitor. Seseorang bisa melewati Ruang Bos dengan membuang bosnya, bahkan jika kau tidak mengalahkan bos itu sendiri.

Dolce dan Ichika bergerak masuk lebih jauh ke dalam sebelum Golem Orichalcum berhasil kembali. Mereka menghancurkan Dummy Core dalam perjalanan, dan akhirnya mencapai area terdalam dengan semua jebakan maut instan.

“Gah, astaga! Mereka sudah sampai sejauh itu?!” Teriak Rokuko.

“Guh…” Terdengar erangan. Rokuko berbalik dan melihat mata Keima terbuka sedikit.

“Keima, kamu sudah bangun?! Ini darurat!”

“Rokuko… Cari Ichika. Tangkap dia saat kau melihatnya.

“Apa?!”

Rokuko tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

“Guh, aku tidak bisa bergerak. Jam berapa? Berapa banyak waktu telah berlalu sejak Ichika membunuhku?”

“Ichika membunuhmu? Tunggu, tunggu, apa yang kau bicarakan?”

“Aku dihidupkan kembali berkat {Ultra Transformation}, tapi tidak salah lagi. Dia membunuhku.”

“Kau sudah mati?!” Teriak Rokuko sembari kaget.

Yup. Dia menikamku dari belakang dan memenggal kepalaku,” Kata Keima. Rokuko mendudukkannya dan melihat ke atas tubuhnya, yang segera membuatnya melihat lubang di bagian belakang kausnya. Dia belum pernah melihatnya karena Keima berbaring telungkup.

“Tidak ada goresan di tubuhmu, tapi… Kalau dipikir-pikir, saat kamu dihidupkan kembali terakhir kali, tidak ada setetes darah pun yang tersisa.”

Saat itu dia tidur sehari penuh sampai bangun secara alami, tapi kali ini dia sepertinya bangun lebih awal karena semua usaha mereka untuk membangunkannya. Itu mungkin lebih cepat jika dia menggunakan Tempat Tidur Ilahi, tetapi fakta bahwa dia tidak menggunakannya secara teratur telah berakhir menggigitnya di sini.

“Tapi itu bisa menunggu! Ini darurat! Dolce baru saja menaklukkan Dungeon, dan, sepertinya, dia menghancurkan Dummy Cores!”

“Dolce itu…? Hal semacam ini tidak mungkin kebetulan. Ichika?”

“Dia pergi dengan Dolce untuk meyakinkannya… Ah, tidak! Dia bagian dari plot juga, bukan?!”

Situasi menjadi lebih jelas. Ichika bekerja dengan Dolce untuk menghancurkan Dungeon itu. Dalam prosesnya dia menyegel musuh terbesar mereka, Keima, dan menipu Rokuko untuk mengirimnya jauh ke dalam Dungeon. Jika ada satu hal yang tidak dia duga, mungkin Keima bakal bangun secepat itu?

“Maaf, Keima, aku tahu kamu mungkin masih pening, tapi aku butuh bantuanmu di sini.”

“…Baiklah.”

Keima meletakkan tangan di leher Rokuko, yang kemudian Rokuko juga ikut membantunya.

 

* * *

Monitor menunjukkan area terjauh. Saat aku mati, teman baik kami Dolce— atau lebih tepatnya, mantan teman— tampaknya berhasil masuk sejauh mungkin ke Dungeon. Daerah itu dipenuhi dengan jebakan maut instan, tetapi Dolce menggunakan sifatnya sebagai Wraith untuk melewatinya dengan mudah— lagipula dia sudah mati. Ruang pers, ruangan yang dipenuhi gas yang mencekik, saluran air yang tenggelam… tidak ada yang mengganggunya. Sungguh, aku tidak bisa menahan perasaan bahwa Wraith agak tidak adil. Ichika bersembunyi di dalam {Storage} milik Dolce dan sesekali mengeluarkan kepalanya untuk memberikan arahan.

“Rokuko, tidak bisakah kamu menarik Ichika?”

“Aku tidak bisa! Dia ‘milik’ Dolce sekarang, jadi aku tidak bisa menariknya!”

Kami hanya bisa menarik Ichika dengan membuat Rokuko membayangkannya sebagai budak dan ‘milik’ kami, bukan sebagai manusia. Kami tidak bisa menariknya begitu dia menjadi milik orang lain. Sesederhana itu.

“Bagaimana denganmu, Keima? Bisakah kamu tidak mencekiknya dengan kalung itu?”

“Sayangnya, itu tidak menimbulkan apapun.

Aku telah memusatkan perhatian pada meremas kerahnya setiap kali Ichika mengeluarkan kepalanya, tetapi itu tidak menimbulkan apapun. Arahannya jelas dan ringkas, dan setiap kali dia mengeluarkan kepalanya, Dolce mengerahkan segalanya untuk melindunginya, tanpa meninggalkan celah.

“Apa yang harus kita lakukan, Keima?! Kalau terus begini, mereka akan sampai ke Inti Dungeonku…!”

“Untuk saat ini, kita harus menguncinya dengan Dummy Core yang aman di balik Pintu Kebanggaan.”

“Oh, benar! Ada banyak Dummy Core lain yang aman, tapi itu yang paling aman,” Kata Rokuko, mengirim Dungeon Core-nya pergi. Ada juga yang aman lainnya, seperti yang ada di terowongan gunung Tsia. Dan begitu kami sedikit tenang karena mengamankan sedikit keamanan, aku memiliki kelonggaran untuk memperhatikan sesuatu.

“…Hm? Bukankah jalan yang dia lalui agak menyimpang dari jalan menuju Dungeon Core?”

“Hm? Kamu benar… Mereka akan pergi ke Tembok Suzuki?”

Memang. Tembok Suzuki. Ini mengingatkanku… Ichika telah membantu memindahkannya ke sini. Sungguh, orang bisa mengatakan satu-satunya hal yang Ichika tahu tentang bagian Dungeon ini adalah jalan ke sana.

“Apakah mereka mengincar Suzuki? Tapi kenapa? Itu hanya sumber DP.”

“Ya, paling banyak hanya 700 DP sehari, sama seperti sepuluh penduduk desa.”

“Kita bahkan tidak membutuhkannya saat ini… Jika mereka menginginkannya, kita bisa saja memberikannya kepada mereka.”

Kami tidak tahu tujuan mereka. Sudah waktunya untuk bantuan Rei.

 

# Perspektif Ichika

“Terlalu banyak Dummy Cores jika kita ingin mengshancurkan semuanya. Terutama karena ada banyak hal yang bahkan tidak aku ketahui,” Kata Ichika.

“Memang. Namun, aku sudah mengumpulkan cukup energi. Sekarang yang kita butuhkan hanyalah mencuri Pahlawan sesuai rencana,” Kata Dolce sambil mencengkeram mutiara hitam. Mutiara itu rupanya bisa menyerap energi dari Dummy Cores yang meluap. Ichika merasa bingung mengapa Haku berusaha keras untuk menghancurkan Inti Dungeon ini ketika dia bisa membuatnya sendiri, tapi karena memikirkan itu bukan pekerjaan Ichika, dia tidak mempertanyakannya.

Mereka sampai di Tembok Suzuki, yang sesuai dengan namanya adalah tembok tempat Pahlawan bernama Suzuki dipenjara. Itu hanya sebongkah batu persegi di tengah ruangan, tanpa pertahanan atau apa pun, yang mungkin mencerminkan betapa tidak pentingnya mereka menempatkan itu di tempatnya. Itu lebih mirip dengan pilar daripada dinding.

“Yup. Ini dia.”

Menarik. Aku akan menghancurkannya, kalau begitu. ■■■■, ■■■■, ■■■■■■■—{Black Thunder}.” Dolce memegang mutiara gelap di atas kepalanya, menarik kekuatan darinya. Bola petir hitam yang berderak muncul dan kemudian diluncurkan ke arah pilar. Itu meledak. Retakan menembus dinding, dan bongkahan hancur berantakan. Dolce memasukkan tangannya ke celah tengah dan menariknya ke samping. Kepala Suzuki sang Pahlawan, yang memiliki rambut pirang diwarnai dengan pangkalnya hitam, jatuh ke depan dari dinding. Matanya bergerak, dan dia mengerutkan alisnya pada cahaya pertama yang dia lihat setelah sekian lama.

Dia belum bergerak, mungkin karena petir hitam, atau mungkin karena sudah lama terkubur. Pemeriksaan lebih dekat mengungkapkan bahwa dia memiliki batu yang menyumpal mulutnya dan bahkan hidungnya. Itu pasti menjelaskan mengapa dia tidak bisa bergerak bahkan jika dia mau.

“Begitu ya dia memiliki batu bahkan di dalam paru-parunya. Aku terkesan dia telah hidup selama ini,” Kata Dolce.

“Pahlawan memang sesuatu yang lain, seperti, serius nih,” Kata Ichika setuju. Dolce memilih untuk mengeluarkan batu di tenggorokan, paru-paru, dan sebagainya secara manual. Dia memasukkan tangannya ke dalam mulutnya, mematahkan giginya dan merobek paru-paru dan tenggorokannya untuk menyeret batu itu keluar. Itu akan langsung membunuh orang normal, tetapi {Ultra Healing} Suzuki langsung menghidupkannya kembali. Sungguh, itu adalah hal sederhana yang dilakukan Suzuki setelah menggunakan keahliannya selama bertahun-tahun tanpa berhenti sedetik pun.

“Gah, haaah! Haaaaaaaaah…! A-Apakah aku bebas?

“Dan dia bahkan tetap sadar. Itu pasti kekuatan {Ultra Healing} juga.”

“Ya… aku tidak tahu siapa kamu, tapi terima kasih… Sepertinya kamu tahu siapa aku?” Tanya Suzuki. Mungkin karena penggunaan {Ultra Healing} yang terus-menerus, rambutnya tidak tumbuh, dan fisiknya tidak berkembang atau memburuk sama sekali. Sekarang setelah batu itu hilang, dia bisa bergerak dengan bebas, dan dia menikmati peregangan pertamanya dalam waktu yang lama. “Ah, sial. Berapa lama diriku dimakamkan di sana? Seratus tahun? Seribu?”

“Maaf telah menghancurkan prediksimu, bung, tapi ini baru beberapa tahun,” Kata Ichika sambil mengangkat bahu.

“Yo, kau ingat aku?”

“Matilah kau! Suzuki datang berayun. Ichika meraih lengannya dan dengan mudah melemparkannya ke bahunya.

“Gah! A-Apa-apan dah?!”

“Dolce, lihat… Apakah orang ini benar-benar berguna?” Tanya Ichika, menginjak punggung Suzuki untuk menahannya.

“Bisakah seseorang berharap lebih dari warga sipil yang hampir tidak terlatih? Dia adalah Pahlawan, jadi aku yakin dia akan menjadi lebih kuat dalam waktu singkat.”

“Kau yakin?”

“Khususnya, yang ini menggunakan skill Pahlawannya di dalam dinding tanpa henti… Pada titik ini dia pasti Pahlawan yang sangat terspesialisasi untuk menggunakan skill Pahlawan tersebut. Ia bakal bisa di manfaatkan,” Kata Dolce, mengarahkan mutiara hitam ke Suzuki. Tembakan cahaya putih bersinar dari mutiara ke Suzuki, merembes langsung ke tubuhnya. Itu pasti energi dari Dummy Core.

“Hah? Apa… {Ultra Healing: Level 2}?! Hahaha, apaan itu?! Bagaimana pun, kurasa ini akan membantuku membunuh si bajingan itu!

“Aku hanya ingin bilang jangan menembak yang itu, jagoan. Kau, sepertinya, terlalu lemah untuk itu.”

“Kalau begitu beri aku lebih banyak! Lebih banyak kekuatan!” Suzuki meraung, masih di bawah kaki Ichika.

“Oh ya, jika kamu mendengarkan apa yang kami katakan, kami akan memberimu kekuatan sebanyak yang kamu inginkan. Ichika, bebaskan dia.”

“Rogeeer.”

“Cih… Heh, terima kasih! Sekarang terima ini sialan!”

“Ya, ya, aku sudah menduga hal itu, sobat.”

Suzuki mencoba meluncurkan serangan kejutan lain pada Ichika begitu dia menggerakkan kakinya, tapi seperti yang diduga dia mengelak dengan mudah.

“Apakah kamu lambat atau apa, bung? Itu, seperti, serangan yang sama seperti terakhir kali.”

“Cih… A-Aku masih belum kembali bugar!”

Kebetulan,” Kata Dolce, “jika kau tetap membangkang, kami siap mengubur dirimu di batu sekali lagi.”

Suzuki memucat dan duduk, mengangkat kedua tangan dengan kekalahan.

“Ngh… Ba-Baiklah, kau menang. Aku tidak ingin terkubur lagi. Jadi, kau ingin aku melakukan apa?”

“Masuklah ke {Storage}ku.”

“Benar-benar gelap di sana…”

“Buruan.”

“B-Baiklah. Aku pergi… Tch,” Kata Suzuki, dengan patuh masuk ke {Storage} milik Dolce. Meski agak ragu-ragu, mungkin karena takut akan kegelapan sekarang.

“Hei, Ichika. Dan Dolce,” terdengar suara dari pintu masuk. Di sana berdiri Keima; rupanya dia sudah bangun.

“…Kamu bangun dengan sangat cepat, Tuan. Silakan kembali ke tempat tidur, seperti biasanya,” Kata Ichika.

“Hei, jangan bersikap terlalu dingin. Aku memaksa diriku bangun hanya untukmu,” Jawab Keima dengan santai. Dia tampak sangat sehat meskipun jantungnya telah ditusuk dari belakang dan dikeluarkan sebelum kepalanya dipenggal.

“Ichika, kupikir kau melumpuhkan Keima?”

“Aku membunuhnya, kawan. Dia seharusnya tidak bisa bergerak sepanjang hari setelah dihidupkan kembali, loh…”

“Ya, dia benar-benar membunuhku. Tapi jika kau tidur nyenyak setiap hari, kamu akan memiliki energi saat kamu membutuhkannya,” Kata Keima. Mereka mengamatinya dengan hati-hati sambil melakukan obrolan kecil mereka yang kejam. Dia pasti memiliki banyak kelonggaran meskipun menunjukkan dirinya seperti itu. Tentunya dia tahu Dolce bisa membunuhnya dalam sekejap jika dia mau.

“...Sebuah ilusi, kurasa? Pungkas Dolce. Itu pasti akan menjelaskan sikapnya. Keima memiliki kelonggaran karena dia tidak takut mati, dan Dolce tidak perlu repot-repot membunuhnya karena tidak ada gunanya. Sesederhana itu.

“Yup, tubuhku tidak ada di sini. Aku menahan keinginanku untuk tidur… Tapi apa yang bisa aku katakan, aku ingin berbicara tatap muka dulu. Padahal aku sebenarnya sedang melihat melalui monitor,” Kata Keima. Dia menarik napas sekali, lalu memelototi Dolce. “Apa tujuanmu? Mengapa menyerang kami setelah sekian lama?”

“Siapa yang bisa bilang? Aku tidak tahu apa-apa selain fakta bahwa itu adalah perintah Nyonya Haku,” Kata Dolce sambil menundukkan kepalanya.

“Kau memasukkan Suzuki ke dalam {Storage}mu. Kami akan menjualnya padamu begitu saja; mengapa menggunakan pendekatan kekerasan?”

“Siapa yang bisa bilang? Aku pun tidak ingin melakukannya, tetapi perintah adalah perintah,” Kata Dolce sambil mengangkat bahu. Bahkan di mata Ichika, jelas dia tidak tahu alasannya. Pertama-tama… Dolce adalah monster Haku. Perintah yang diberikan kepadanya tidak memerlukan alasan— bahkan jika secara pribadi, dia sedikit tidak senang dengan hal-hal spesifik.

“Itu meghilagkan ruang untuk negosiasi, tapi kurasa itu filosofimu, ya?”

“Memang. Terlepas dari bagaimana kelihatannya, aku melakukan pekerjaanku dengan baik.”

“Ya, aku tahu dari nada bicaramu bahwa kamu sedang dalam mode kerja. Hm… Tidak yakin apakah aku harus menggunakanmu sebagai contoh yang baik untuk gadis monsterku sendiri, atau contoh yang buruk.”

Jangan ragu untuk menggunakan diriku juga,” Kata Dolce, menundukkan kepalanya lagi. Dia mengenakan senyum cerah dari seseorang yang tidak merasa sedang melakukan sesuatu yang memalukan.

 

* * *

Setelah harus repot-repot dari kebiasanku untuk tampil di hadapan mereka sebagai ilusi, aku memutuskan untuk mengambil tindakan dan mengajukan beberapa pertanyaan.

“Ngomong-ngomong, kenapa kalungmu tidak berfungsi, Ichika? Aku sudah mencoba untuk mengaktifkannya, tapi… jarak tidak masalah, kan?”

“Welp… Maaf, bung. Haku memiliki otoritas terakhir atas kalung ini.”

“Haku…?”

“Apakah kamu tidak tahu? Itu semua berasal dari Dungeon [Ivory Slave].”

Nama Dungeon yang dimulai dengan Ivory… Dengan kata lain, Haku dapat dengan bebas mengontrol semua kerah budak sejak awal.

“Meskipun untuk benar-benar menjelaskan semuanya, aku, memang, pelayan Haku yang sebenarnya.”

“…Dia membelikanmu?”

“Nggak lah, maksudku. Seperti, jujur saja ya, tidakkah menurutmu aneh kau bisa membeli mantan petualang kelas atas sepertiku hanya dengan lima puluh perak? Maksudku, mungkin kau tidak menyadarinya pada awalnya, tetapi aku seharusnya seperti, setidaknya berharga sepuluh koin emas.”

Sekarang dia menyebutkannya, itu benar-benar aneh. Ichika adalah kelas atas. Dia tahu segalanya tentang dunia sedangkan aku tidak, dia adalah petarung yang cukup baik, bisa membaca dan menulis, bisa melakukan matematika sederhana, dan di atas itu dia memiliki keterampilan negosiasi yang diperlukan untuk bekerja sebagai resepsionis, keberanian untuk tidak mundur ke Pahlawan, serta berpikiran dingin dan penuh perhitungan diperlukan untuk mencari informasi ketika dikalahkan. Dia bisa membayar kembali lima puluh perak entah dia seorang budak atau bukan, dan bahkan High Priestess bersedia membayar sepuluh ribu emas untuknya.

Padahal… Ichika tidak pernah berhutang, kan?

“Kalau begitu, kau adalah bagian yang Haku tetapkan sejak awal.”

“Yuppers. Kau harusnya ingat siapa pemilik guild yang merekomendasikan penjual budak yang menjual diriku. Dukunganku sangat sempurna, bukan?

Memang. Guild Petualang telah dibuat oleh Haku sejak awal. Akan mudah baginya untuk memperkenalkan seorang pedagang budak di bawah kendalinya kepadaku.

“Dan jika aku tidak mencoba membeli seorang budak?”

“Ahahaha, aku cukup yakin guild akan sangat senang memiliki budak yang sebenarnya. Oh, dan jangan bilang kamu mungkin bakal memilih orang lain, oke? Maksudku, aku adalah spesialis yang sangat murah dengan sejarah. Seorang pembelanja pintar yang mengalahkan Nyonya Haku hanya dengan 100.000 DP tidak akan pernah mengabaikanku, tak akan… iya kan, Tuan?”

“Ngh…! Kau ada benarnya…!”

Ternyata, sebelum membeli Ichika… kami sudah menari di atas telapak tangan Haku.

“Meski begitu, aku benar-benar melayanimu, Tuan. Maksudku, jika bukan karena perintah gila ini, aku akan melayanimu selamanya, tanpa mengeluh.

“…Aku sama sekali tidak meragukannya, tapi sebaiknya kau mengatakan aku membelikanmu dengan curry rolls.”

“Kau tahu, pekerjaanku seharusnya hanya melapor ke Haku apakah kau pria yang cocok untuk Rokuko, Master.”

“Lalu mengapa kau melakukan ini?”

“Itulah yang ingin aku tanyakan pada Nyonya Haku. Entah dari mana, dia menyuruhku untuk ‘membunuhmu tanpa gagal.’” Ichika mengangkat bahu.

“Sepertinya kau berencana untuk pergi dari sini dan membiarkan diriku tetap hidup disini loh.”

“Maksudku, tidak seperti dia menyuruhku membunuhmu DUA KALI tanpa gagal. Bukan begitu, Dolce?”

“Memang. Dia tentu saja tidak. Jadi… jika kau sadar diri akan posisimu dan bersembunyi, kami akan mengabaikanmu. Cobalah apa saja dan kami tidak akan begitu murah hati lain kali.”

“Begitulah rasa terima kasihku kepada dirimu, Tuan, Serius dah. Kau membiarkan aku makan banyak makanan enak, seperti yang kau janjikan.”

Rupanya dia cukup berterima kasih sehingga dia rela mengabaikan semangat perintahnya dan menggunakan celah untuk membantuku. Dengan kata lain... aku hidup murni karena niat baik mereka. Dan karena kami berurusan dengan Haku, dia mungkin akan segera menyadari bahwa aku masih hidup. Aku tidak akan mendapat kesempatan lagi.

“Sudah saatnya kita pergi, Ichika. Menghancurkan dungeon sepertinya sulit, jadi kita akan berangkat sekarang.”

“Whoops! Kurasa hanya itu saja, Tuan… Sampai jumpa. Sampai ketemu lagi?”

“Kau pikir kita akan bertemu lagi?”

“Siapa yang tahu? Tapi sebaiknya kau lari jika kau tidak ingin mati. Oh, dan ngomong-ngomong…” Ichika membuka {Storage} miliknya dan memberiku sekilas tentang pedang utamaku, Siesta. “Aku akan menganggap ini sebagai pembayaran pesangon.”

“Apaaaaa?! Kembalikan itu, Ichika! Ayolah! MALING!”

“Eh, Kau tahu bagaimana ini: aktivitas subversif, melemah dari dalam, semua hal bagus itu. Sampai jumpa!” Kata Ichika, melompat ke {Storage} milik Dolce. Dolce lalu menutup {Storage} miliknya dan membungkuk padaku lagi.

“Nah, aku telah menyelesaikan tujuanku, dan akan permisi untuk pergi juga… Di kedalaman pikiranku ada ingatan akan negeri jauh yang pernah dilalui, membentuk jalur mental dari sini ke sana. Terbang melintasi ruang, terbang melintasi waktu. Di sana menjadi di sini dan di sini menjadi di sana. Memadukan, gabung, sambungkan… {Teleport}.”

Jadi, Dolce berteleport untuk pergi. Aku… memilih untuk tidak menghentikannya. Aku tidak memiliki informasi atau alat untuk mengalahkannya saat ini. Aku pun tersadar bahwa semua jebakan yang aku siapkan hanya untuk manusia.

Mereka telah mengambil Suzuki, dan Dungeon hancur berkeping-keping. Tapi ini bukan berarti tak bisa dipulihkan. Masalahnya adalah… di tempat lain.

“Wah, wah… Pasti banyak yang tidak masuk akal tentang ini, ya?”

Ada banyak hal tentang ini yang tidak bisa aku terima. Aku perlu berbicara dengan Rokuko dan yang lainnya tentang semuanya, termasuk pengkhianatan Ichika.


TL: Gori-Chan
EDITOR: Drago Isekai
<<-PREV TOC NEXT->>