Arifureta Shokugyou de Sekai Saikyou Vol 11: Chapter 3 - Part 1
Arifureta - From Commonplace to Worlds Strongest Light Novel Bahasa Indonesia Volume 11 : Chapter 3 - Part 1 | ||
---|---|---|
Seorang Penghasut yang lebih buruk dari Dewa |
||
Hajime merasa dirinya tenggelam ke dasar lautan yang dalam
dan gelap. Saat dia turun, dia mendengar sekelompok suara yang akrab memecah
keheningan yang mematikan.
“Aya— ngan — mati!”
“Haji—!”
“Buka ma—
Hajime—!”
Suara-suara putus asa mengirimkan riak yang kuat ke seluruh
samudra. Dan sesuatu di benaknya memberi tahu Hajime bahwa dia perlu
menjawabnya. Paksaan itu semakin kuat pada setiap detiknya,
tetapi tubuhnya terasa seperti timah. Bahkan bergerak terbukti menjadi upaya
yang sangat besar, dan tampaknya lebih mudah untuk hanya berbaring dan
membiarkan dirinya tenggelam.
Apakah itu… cahaya
yang hangat?
Sinar matahari tersaring ke dalam air yang gelap, membawa serta kehangatan yang
mencakup semuanya. Saat itu menyentuhnya, Hajime merasa segar kembali, dan dia
mampu mengalahkan rasa kantuk yang merayapi dirinya. Kesadarannya dengan cepat
melayang ke permukaan, dan—
“Ayah!”
“Hajime-san!”
“Hajime-kun!”
“Master!”
“Nagumo-kun!”
Hajime membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah
empat wanita cantik dan seorang gadis cantik menatapnya.
Myu, Shea, Kaori, Tio, dan Shizuku. Ada air mata di mata
mereka, dan senyum lega di wajah mereka. Hajime tahu betapa khawatirnya mereka,
jadi, dia tersenyum meminta maaf pada mereka.
“Maaf sudah membuat kalian khawatir. Aku tidak menyadari
bahwa aku sudah sedekat itu dengan kematian… Tebakkanku cahaya hangat itu pasti sihir
pemulihan Kaori. Terima kasih.”
“Jantungmu berhenti selama beberapa menit, jadi kupikir…
bahwa kau… Syukurlah kau masih hidup!”
“T-Tunggu, jantungku berhenti? Sial, kalau begitu aku
benar-benar akan mati tanpamu.”
Kaori menangis, yang mendorong Shizuku untuk memeluknya
dengan lembut.
“Kau sebenarnya mati selama beberapa menit sebelumnya, kau
tahu itu? Tio harus menggunakan sihir roh untuk menjaga jiwamu terikat pada
tubuhmu,” Shizuku menjelaskan, wajahnya masih pucat.
Shea mendekat dan membantu Hajime berjuang untuk duduk.
Saat dia bangun, dia menyadari ada kerumunan orang yang berdiri di belakangnya
dan yang lainnya.
Suzu, Ryutarou, Aiko, Liliana, Yuka, dan Remia semua
menatapnya. Mereka, juga, tampak sangat lega.
Apakah aku
benar-benar dalam kondisi seburuk itu? Hajime merasa heran
saat dia menatap Tio dengan tatapan bertanya.
“Kau telah menerima begitu banyak cedera sehingga aku
hampir tidak bisa menempelkan jiwamu ke tubuhmu. Untuk sesaat, aku takut sudah bertindak terlambat.
Itu adalah momen paling menakutkan dalam hidupku selama lima ratus tahun.”
“Serius?”
Hajime terus menggunakan Limit Break begitu lama sehingga
hentakan itu menyebabkan kerusakan pada jiwanya dan juga tubuhnya. Dia sangat
lemah bahkan jiwanya berada di ambang kematian.
“Kau harus berterima kasih kepada gurumu karena telah
menyelamatkan hidupmu. Dia mengunakan sihir roh untuk memperbaiki jiwamu
sementara aku mencegahnya meninggalkan tubuhmu. Jika Kaori, Sensei, dan aku
tidak semuanya di sini, kami akan gagal menyelamatkanmu.”
Tio menggelengkan kepalanya, membuat skenario bagaimana-jika
sampai-sampai itu keluar dari benaknya. Sebagai tanggapan, Hajime mengambil
tangannya dan diam-diam mengungkapkan rasa terima kasihnya. Dia kemudian
menoleh ke Aiko, yang mengawasinya dengan
berlinang air mata.
“Aku berhutang banyak padamu, Sensei.”
“Kau tidak berhutang apapun padaku. Aku senang kau masih
hidup, Nagumo-kun… Itu lebih dari cukup bagiku.”
“Astaga, apa kau tahu betapa khawatirnya kami, Nagumo!?
Ai-chan-sensei tidak membantu karena dia ingin mendapatkan bantuan darimu atau
apapun!” Yuka berteriak saat Aiko
membenamkan wajahnya di tangannya. Air mata juga mengalir di wajahnya,
memperjelas bahwa dia sebenarnya tidak marah.
Nana dan Taeko memelototi Hajime dan mengomel, “Kau butuh
lebih banyak kebijaksanaan, Nagumocchi!”
“Ya, perempuan adalah makhluk yang lembut!”
“Aku tidak bisa mempercayaimu, Hajime-san! Apa yang akan
aku katakan pada Yue-san jika sesuatu terjadi padamu!?”
“Shea…”
Shea meninju bahu Hajime. Dia tampak tidak seperti biasanya.
Bahkan telinga kelincinya pun terkulai. Itu pasti pertanda seberapa dekatnya Hajime dengan kematian.
“Bukankah kau seharusnya menjadi orang yang bisa keluar
dari situasi apapun hidup-hidup, tidak peduli seberapa putus asa keadaannya?
Setidaknya, itulah dirimu bagiku, Nagumo-kun, jadi tolong jangan mengkhianati
kepercayaanku padamu,” kata Shizuku sambil tersenyum kecil. Meskipun senyumnya
tulus, tangannya masih gemetar.
Hajime sekali lagi teringat betapa Shea dan yang lainnya
peduli padanya. Muak dengan betapa menyedihkannya tindakannya, dia
menggelengkan kepalanya.
Dia hampir mengkhianati kepercayaan semua orang padanya.
Yue, Shea, Tio, Kaori, dan semua orang telah melakukan banyak hal untuk
membantunya mendapatkan kembali kemanusiaannya setelah dia jatuh ke jurang,
tapi dia hampir membuangnya.
Hajime memandangi masing-masing rekannya, bertemu dengan
tatapan mereka satu per satu.
“Aku minta maaf karena telah membuat kalian khawatir. Terima
kasih telah menyelamatkanku, teman-teman.”
Ketika dia meninggalkan jurang maut bersama Yue, dia
mengira mereka berdua akan bertarung melawan dunia sendirian. Tapi sebelum dia
menyadarinya, dia telah dikelilingi oleh orang-orang yang perduli padanya dan
bersedia bertarung di sisinya. Jadi, dia tidak bisa kalah lagi. Bukan hanya
untuk musuhnya, tapi yang terpenting untuk dirinya sendiri.
Menatap ke langit, Hajime bersumpah bahwa dia tidak akan
pernah menyerah lagi. Yue sedang menunggunya di suatu tempat di atas sana.
Shea dan Kaori merasa lega sekaligus sedikit sedih saat
melihat ekspresinya. Tidak dapat menahan keheningan, mereka mencoba memanggilnya,
tetapi Myu mengalahkan mereka dengan menghabisinya.
“Maafkan aku, Ayah… Apakah kau baik-baik saja sekarang?” dia bertanya ragu-ragu
sambil duduk di pelukan Remia. Tampaknya dia pikir dirinya bertanggung jawab
untuk hampir membunuh Hajime dengan tekelnya. Matanya memerah karena menangis,
dan ekspresinya masih penuh kekhawatiran.
“Tidak ada yang perlu kau minta maaf, Myu. Kau tidak melakukan kesalahan
apa pun. Sekali lagi terima kasih telah menghentikanku. Kau benar-benar lebih
kuat dariku sekarang.”
Hajime mengulurkan tangan ke Myu, ekspresinya sangat
lembut. Ryutarou dan murid laki-laki lainnya terkejut karena Hajime bahkan bisa
membuat ekspresi yang begitu baik, sementara Yuka dan para gadis sedikit
tersipu.
Myu meronta dari pelukan Remia, berlari ke arah Hajime, dan
menjawab, “Hehehe... Itu karena aku putrimu!”
Dia melompat ke pangkuan Hajime dan membenamkan kepalanya
di dadanya, lalu bersandar padanya, tersenyum bahagia.
Hajime menepuk rambut hijau zamrudnya dan menatap Remia
dengan ekspresi menyesal. Remia tahu apa yang akan dia katakan dan saat dia
membuka mulut, dia memotong
perkataannya.
“Sudah kubilang sebelumnya, kau tidak perlu meminta maaf,
bukan?"
“Ya, kurasa kau mengatakannya...”
Remia menolak untuk membiarkan Hajime meminta maaf karena
telah membuat dirinya dan Myu terlibat dalam kekacauan ini. Karena tidak ada
yang perlu dimintai maaf. Wajar jika seorang ibu ingin menjaga putrinya tetap
aman. Tapi Remia tahu betapa bahagianya Myu dengan Hajime, dan dia tidak ingin
menghilangkan kebahagiaan itu dari Myu. Selain itu, dia tahu sekarang bahwa
Ehit pada akhirnya akan mencoba membunuhnya dan Myu bahkan jika mereka tidak
terlibat dengan Hajime. Yang terpenting, dia bangga pada Myu karena berdiri
melawan Hajime. Dia tidak bisa melihat dirinya dan Myu sebagai korban lagi.
Hajime menangkap arti tersirat dari kata-katanya dan
mengangkat alis.
“Menurutku tidak ada anak lain di luar sana yang sekuat dan
sebaik Myu. Aku yakin bahkan dewa tidak akan punya kesempatan melawannya.
Remia, putrimu adalah gadis terkuat di dunia.”
“Fufufu. Oh, aku tahu. Dia punya ayah paling keren di
dunia,” kata Remia dan tersenyum,
tersipu.
Keheningan yang bersahabat mengikuti saat semua orang mulai
tenang. Namun, setelah beberapa detik, Kaori dan Shizuku saling bertukar
pandangan.
“Umm, Remia-san? Bisakah kau menjauh dari Hajime-kun
sekarang? Tolong cantik?” Kaori bertanya dengan tatapan mengancam.
“Y-Ya, berhenti menempel begitu dekat dengannya...” Shizuku
bergumam dengan canggung.
Diperkuat oleh kata-kata Kaori dan Shizuku, Aiko dan Yuka
memutuskan untuk menyuarakan keluhan mereka juga.
“Mengapa mereka terlihat seperti keluarga yang sempurna? Sungguh tidak adil…”
“Apakah mereka harus melakukan ini di depan kita semua?
Sangat canggung untuk menonton… ”
Hajime, Remia, dan Myu memang terlihat seperti perwujudan
keluarga yang ideal.
“Astaga. Apakah itu benar-benar terlihat seperti itu untuk
semua orang, Sayang?”
“Kau jangan
memulainya juga.”
Tio dan Shea menggigil saat mereka melirik Remia.
“R-Remia benar-benar tidak bisa dipercaya. Bahkan mata
nagaku tidak bisa membedakan apakah dia mencintai Master atau hanya
menggodanya. Senyuman itu tak terduga.”
“A-aku harus mengatakan sesuatu, kan!? Sebagai pacar
Hajime-san, aku harus melindunginya! Bagaimana jika dia mencoba menyelinap
dalam ciuman sementara tidak ada yang memperhatikan seperti yang dilakukan
Liliana!?”
“Apa!? Aku tidak mencoba untuk ‘menyelinap’ dalam apapun! Aku hanya ingin membantu
menyelamatkan hidupnya! Menurutku tidakkah akan menyenangkan menjadi putri dalam buku cerita atau apa
pun!”
“Kau sedang menggali kuburanmu sendiri, Putri. Ngomong-ngomong,
apa sih yang kau coba lakukan padaku saat aku tidak sadarkan diri?”
“Sheesh, kau sangat menyukai novel roman, bukan, Lily?
Jangan khawatir, Hajime-kun. Jika kau ingin ciuman, aku selalu di sini!”
“Itu tidak membuat rasa khawatirku berkurang…”
Kaori mencoba untuk mencium, yang mendorong Shea untuk
melakukan hal yang sama.
Hajime tahu semua orang memaksa diri mereka sendiri untuk
mencoba dan bertindak ceria. Ada kekosongan dalam kata-kata dan tindakan mereka
yang sulit untuk diabaikan.
Alasannya sudah jelas. Seorang anggota kunci dari party mereka masih
hilang. Saingan Kaori, sahabat dan mentor Shea, kawan tak tergantikan Tio dan
sesama pecinta sihir, dan kekasih Hajime, Yue tidak ada di antara mereka.
Hajime bukan satu-satunya yang merindukannya.
Sekarang setelah ancaman yang mendesak berlalu, kesepian
yang disebabkan oleh ketidakhadirannya mulai muncul. Semua orang menghindari
menyebutkan namanya. Mereka bercanda agar tidak memikirkan fakta bahwa dia
sudah pergi. Mereka yang tidak terlalu dekat dengan Yue tidak mengatakan apa
pun karena pertimbangan untuk mereka yang berada.
Memang, Jugo, Kentarou, Nana, dan siswa lainnya menyaksikan
Hajime dan yang lainnya bercanda dengan ekspresi sedih di wajah mereka.
Saat itu, Myu bangkit dan berkata, “Apakah kita semua
berciuman dengan Ayah? Lalu aku akan menciumnya juga!”
“Uwoooh!?”
Kaori telah memegang kedua tangan Hajime, jadi dia tidak
punya cara untuk mendorong Myu menjauh. Dia jatuh ke belakang untuk menghindari
ciuman Myu, tapi dia jatuh bersamanya. Dengan memalingkan wajahnya, dia
berhasil membuat bibirnya menyentuh pipinya, nyaris mengenai bibirnya.
Setelah hening beberapa saat, para siswa mulai berbisik
dengan panas satu sama lain.
“Hampir
saja, tapi aku berhasil,” kata Hajime, memotong obrolan itu. Dia benar-benar
tidak ingin ciuman pertama putrinya, atau ciuman apa pun, bersamanya.
Dia mengulangi dirinya sendiri saat menarik Myu darinya,
bertekad untuk membuat semua orang percaya padanya. Dia tahu anggota keluarga
saling mencium bibir di Eropa, tetapi dia orang Jepang, seperti semua siswa
lainnya.
“Kau tidak berhasil sama sekali!”
“Dia bersalah, Yang Mulia!”
Dari kejauhan, mungkin masih terlihat seperti Myu telah mendorongnya
ke bawah dan mencium bibirnya.
Tersipu, Aiko dan Liliana menutupi wajah mereka dengan
tangan. Padahal, mereka memastikan untuk merentangkan jari mereka cukup untuk
membiarkan mereka mengintip, seperti biasa. Liliana adalah seorang gadis
berusia 14 tahun yang belum pernah mengalami romantisme apapun, jadi itu bisa
dimengerti untuknya, tapi Aiko adalah orang dewasa di usia pertengahan dua
puluhan. Yuka, Nana, dan Taeko semuanya menatap Aiko dengan jengkel, tapi
mereka menahan diri untuk tidak berkomentar.
“Astaga. Putri kita sangat berani, Sayang. Ufufu.”
“Tenangkan dirimu, Kaori, Shizuku. Ini hanyalah kepolosan naif
seorang anak, tidak lebih,” kata
Tio sambil mendesah putus asa saat Remia menarik Myu kembali ke pelukannya.
Sebenarnya, sebagian besar siswa juga mengerti bahwa Myu
hanyalah seorang anak yang sangat mencintai ayahnya.
Meskipun hanya ada beberapa dari mereka, yaitu anggota
laki-laki dari pasukan pengawal Aiko, yang menggumamkan hal-hal seperti,
“Lolicon sialan...” dan “Sialan, Nagumo-san, kau akan pergi untuk siapa saja,
bukan?” Secara alami, gadis-gadis itu menatap mereka dengan tajam.
Menyadari mereka bereaksi berlebihan, Kaori dan Shizuku
tersipu dan mundur.
Namun, sebenarnya ada alasan yang lebih dalam di balik
kenapa Myu tiba-tiba mendesak untuk mencium Hajime.
“Mrrr, kenapa kau lari!? Aku hanya ingin membuatmu bahagia
di tempat Yue-onee-chan, Ayah!”
“Myu…”
Semua orang telah berjingkat-jingkat menyebutkan Yue, tapi
Myu hanya mengatakan masalah utama yang ada begitu saja.
Shea dan yang lainnya tampak terkejut saat mereka menyadari
mengapa Myu mencoba mencium Hajime.
“Kau, Shea-onee-chan, dan semua orang terlihat sedih, jadi
aku akan mencium kalian semua untuk membuatmu bahagia lagi. Itulah yang
dilakukan ciuman, kan?” Myu berkata sambil tersenyum. Dia telah mendengar itu
dari Yue, dan sikapnya saat ini sangat mengingatkan pada Yue juga.
Apakah dia mencoba
meniru Yue untuk menghibur kita? Hajime berpikir sendiri saat Myu
mengalihkan pandangannya ke Shea dan yang lainnya. Mereka semua terkejut dengan
betapa dia sangat mirip dengan Yue, tapi mengingat bagaimana dia meniru Hajime
sebelumnya ketika dia menghalangi jalannya, itu masuk akal.
“Anak-anak
belajar dengan memperhatikan yang lebih tua, kurasa...” gumam Hajime pada dirinya
sendiri. Itu hanyalah tanda betapa Myu sangat menghargai waktu singkatnya
dengan Yue. Dia telah mengamati Hajime, Yue, Shea, Tio, dan Kaori jauh lebih
dekat daripada yang mereka sadari. Dan dia belajar bagaimana menjadi kuat dari
mereka semua.
“Ayah, apa kau tahu apa yang Yue-onee-chan katakan padaku?”
“Apa?"
“Dia mengatakan itu bersama-sama, kau dan dia adalah yang
terkuat di dunia. Tapi sekarang Shea-onee-chan dan semua orang ada di sini…” Myu berhenti sejenak saat dia melihat
ke arah Shea dan yang lainnya.
“…Kau tak terkalahkan!”
Myu membusungkan dadanya dengan bangga, seolah dia adalah
orang yang tak terkalahkan. Mengingat
kembali saat di Erisen, Yue memang mengajari Myu hal itu.
Dikuasai oleh emosi, Shea, Kaori, dan Tio semua menatap ke
langit.
“Cepat
dan bawa Yue-onee-chan kembali, oke, Ayah?”
“Heh, kau mengerti. Saat aku membawanya kembali, dia
mungkin mengira dirinya mengacau dan sedih, jadi pastikan untuk menciumnya
untukku juga.”
“Oke!”
Myu mengangkat tangannya ke udara dan melambai dengan penuh
semangat. Dalam pikirannya, sudah pasti bahwa Hajime bisa membawanya kembali.
Dia tidak memiliki sedikit pun keraguan bahwa dia akan berhasil.
Setelah beberapa detik, Shea dan yang lainnya juga
mengangguk, tekad mereka muncul kembali. Ini bukan waktunya untuk berkubang
dalam keputusasaan atau bermain-main untuk membuat diri mereka merasa lebih baik.
Mereka mendasak dan menceramahi Hajime tentang menyerah, tetapi mereka
bertindak sama bodohnya.
Shea, Kaori, Tio, dan Shizuku semuanya tersenyum pada Myu.
“Aku benar-benar tidak bisa memegang lilin untukmu,
Myu-chan.”
“Hehehe, Myu-chan mungkin yang terkuat dari kita semua.”
“Memang. Kukira aku seharusnya mengharapkan tidak kurang
dari pahlawan pemberani seperti itu.”
“Aku agak takut untuk melihat akan menjadi orang seperti
apa dia nanti saat dia besar nanti.”
Semua orang sedikit menggigil mendengar komentar Shizuku
yang agak tepat. Jika dia terus belajar dari semua orang di sekitar Hajime, dia
akan tumbuh menjadi gadis berjiwa bebas namun baik yang tidak takut dalam
pertempuran, sangat menggoda ketika dia menginginkannya, dan sepertinya
secantik Remia. Itu adalah kombinasi yang menakutkan. Masalah sebenarnya,
bagaimanapun, adalah jika dia dipengaruhi oleh anggota harem Hajime yang
menyimpang.
Semua orang berpaling secara bersamaan ke Tio.
“A-Apa? Mengapa kalian melihat diriku seolah-olah aku
adalah makhluk yang menyedihkan? Jika kau terus begini, aku akan terangsang!”
Kau bisa belajar apa
saja dari kami, tapi tolong jangan mewarisi kebodohan Tio, Myu… Hajime dan
yang lainnya berpikir.
Menyingkirkan pikiran tentang masa depan terkutuk itu dari
benaknya, Hajime menyipitkan matanya, ekspresinya menjadi serius. Dia kemudian
bangkit dan melihat ke tempat kosong di ruang tahta.
“Sepertinya
aku bisa melakukannya bagaimanapun juga...” gumamnya, lalu menggunakan
Transmute.
Percikan merah terang terkonsentrasi di lantai di depannya.
Beberapa detik kemudian, pedang yang terbuat dari batu terangkat dari tanah.
Meskipun itu terbuat dari batu kusam yang sama dengan lantai, itu tampak sangat
tajam dan memiliki kilau yang dipoles padanya.
Hajime hampir kehabisan mana. Dia tidak bisa menanamkan
ciptaannya dengan sihir biasa, apalagi sihir kuno. Dengan kata lain, pedang itu
hanyalah pedang, tidak lebih. Namun, pedang batu polos itu tampak sama
menakutkannya dengan artefak kuno dan legendaris.
Hajime melihat pedang itu selama beberapa detik, lalu
mengangguk puas dan menoleh ke sekelompok iblis yang berkumpul bersama di sudut
ruangan. Wajah mereka menegang dengan gugup saat mereka menyadari tatapannya.
“Hajime-kun...”
gumam Kaori, menatap tajam Hajime dengan tatapan tajam.
Dia meliriknya sekilas, lalu menoleh kembali ke Myu, yang
masih dalam pelukan Remia, memberinya senyuman kecil, dan mengangkat bahu
seolah berkata, “Aku tidak akan melakukan hal buruk, jangan khawatir.” Matanya
tidak memiliki kekosongan yang mereka miliki sebelumnya, jadi Kaori dan yang
lainnya menghela nafas lega. Myu juga tersenyum, jadi dia berbalik dan berjalan
ke arah iblis.
“Yah, aku tidak berharap kau tahu banyak, tapi ceritakan
semuanya.”
“A-Apa maksudmu? Kami tidak tahu—” pria yang sebelumnya melindungi
putranya tergagap.
“Jika kau tidak tahu apa-apa, tidak apa-apa. Tapi aku tidak
merekomendasikan berbohong kepadaku… atau tetap diam. Tentu saja, kau bisa
menantangku jika kau mau, tapi… Aku akan membuat siapa pun melakukannya
membayar mahal. Jika kau menghargai kehidupan orang-orang di sebelahmu, lebih
baik kau melakukan apa yang aku katakan.” Hajime mengistirahatkan pedangnya
dengan mengancam di bahunya dan melebarkan kakinya lebar-lebar.
“Dia terlihat seperti gangster…” Kousuke bergumam pelan di
belakangnya.
“Diam, tolol! Bagaimana jika dia mendengarmu!? Apakah kau
ingin menjadi salah satu korbannya!” Kentarou berbisik dengan marah.
“M-Maukah kau membiarkan kami pergi jika kami menjawab
dengan jujur?”
“Permisi? Apakah kau pikir dirimu bisa bernegosiasi? Apakah
aku membiarkanmu pergi atau tidak tergantung pada suasana hatiku, jadi
sebaiknya kau tidak membuatku kesal. Freid dan tentaranya telah mencoba membunuh
kami beberapa kali. Kau harusnya bersyukur aku tidak memotongmu di tempatmu
berdiri.”
“Bukankah dia bertindak dengan cara yang sama seperti
sebelumnya!?” Mao bertanya dengan bisikan ketakutan.
Ayako balas berbisik, “Lihatlah, lakukan yang terbaik untuk tidak
membuatnya kesal, oke!?”
Hajime mengabaikan teman sekelasnya yang bergumam dan
menatap dengan tenang ke arah iblis. Iblis-iblis itu tidak merasakan ketakutan yang membekukan tulang
yang diinspirasinya ketika matanya tidak memiliki emosi sepenuhnya. Tapi sisi kejam dan tirani
dari dirinya ini menakutkan dengan caranya sendiri.
“Ceritakan semua yang kau ketahui tentang Sanctuary. Juga,
kau meminta Kaori... eh, apostles di sana itu untuk membukakan gerbangnya
untukmu, bukan? Apakah itu berarti para apostles dapat membuka portal itu
sendiri?”
Si Ayah
iblis memilih kata-katanya dengan sangat hati-hati.
“Yang aku tahu tentang Sanctuary adalah bahwa itu adalah
tanah perjanjian yang telah disiapkan dewa kita untuk kita para iblis.
Seharusnya, begitu kita masuk, kita akan naik dan menjadi ras yang lebih hebat.
Malaikat Ilahi yang melayani Tuhan kita.”
“Apa lagi?"
“A-Aku tidak tahu apa-apa tentang portal yang menuju ke
sana. Aku hanya
berasumsi bahwa seorang apostles dapat membantu kami…”
“Oh benarkah? Kau tidak berbohong kepadaku, kan? Kau hanya
bisa melindungi satu hal di sini, anakmu atau keyakinanmu, jadi sebaiknya kau
memilih dengan bijak,” Hajime berjongkok dan menusuk pipi pria itu dengan ujung
pedangnya saat dia mengatakan itu. Putranya menjerit kecil dan menatap Hajime
dengan ketakutan.
“Dia lebih buruk dari yakuza…” gumam Yoshiki.
“Jika ada, dia pantas disebut Demon Lord,” Shinji menambahkan.
Hajime membuat catatan mental untuk mengalahkan mereka
berdua nanti.
“Kau terlihat sangat keren, Ayah!” Myu berteriak. Dan
tiba-tiba, Hajime memutuskan dia bisa memaafkan teman sekelasnya. Yuka dan yang
lainnya terlihat terkejut dengan perkataan tiba-tiba Myu, tapi Hajime tidak peduli
dengan apa yang mereka pikirkan.
Secara alami, iblis terlalu takut untuk memperhatikan
gumaman yang terjadi di belakang Hajime, dan pria yang dia ancam berkeringat
dingin saat dia mati-matian mencoba menenangkan Hajime.
“S-Sungguh, aku bersumpah! Memberitahumu tidak bertentangan
dengan imanku, jadi aku tidak punya alasan untuk berbohong! Hanya ini yang aku
tahu! Tolong, kasihanilah nyawa anakku!”
Hajime balas menatap Tio. Di antara rekan-rekannya, dia
adalah orang yang paling cocok untuk membaca orang. Tio mengangguk ke Hajime,
yakin bahwa pria itu mengatakan yang sebenarnya.
“Tch, kau tidak berguna. Bagaimana dengan kalian yang
lainnya?”
“I-Itu saja yang aku tahu juga…”
“S-Sama…”
“Tolong,
setidaknya biarkan anak-anak kita hidup.”
Hajime bangkit dan menusukkan pedangnya ke tanah. Dia
kemudian mengelilingi kelompok itu, mengamati setiap iblis saat dia lewat.
Pedang itu membelah lantai seperti pisau panas menembus
mentega, dan iblis-iblis itu tergagap bahwa mereka tidak tahu apa-apa atau
memohon untuk hidup mereka.
“Nagumo benar-benar orang jahat di sini, bukan…?” Nana
bergumam.
Taeko menjawab dengan terengah-engah, “Cara dia bertindak
sangat indah.”
“Tunggu apa!? Taeko!?” Nana berseru kaget.
Kalian benar-benar
membuat sulit untuk terlihat mengintimidasi di sini… Hajime berpikir
sendiri, kesal. Dan setelah beberapa menit bertanya, dia mendesah kecewa.
“Haaah,
kurasa seharusnya aku mengharapkan ini. Kalian semua adalah warga sipil.”
Dia menggelengkan kepalanya, dan untuk sesaat, iblis-iblis
itu khawatir dia akan membunuh mereka karena tidak cukup membantu.
Sedetik kemudian, percikan api merah melesat ke lantai di
bawah iblis. Beberapa iblis mencoba lari, tetapi mereka segera menyadari bahwa
kaki mereka tidak bisa bergerak. Melihat ke bawah, mereka melihat bahwa lantai
telah naik untuk mengunci kaki semua orang pada tempatnya.
“Tetaplah di sana, dan diamlah. Jika ada di antara kalian
yang mencoba hal lucu… yah, aku yakin aku sendiri tidak perlu mengatakannya untukmu.”
“Di-Dimengerti.”
Belenggu itu cukup rapuh sehingga iblis bisa mematahkannya
dengan sihir jika mereka mencobanya. Tetapi jelas dari ekspresi mereka bahwa
tidak ada dari mereka yang berani mencobanya. Jika ada, mereka lega bahwa dia
tidak akan membunuh mereka. Dan teman-teman sekelasnya juga lega bahwa mereka
tidak perlu melihat ada anak yang mati.
Hajime meninggalkan iblis di mana mereka berada dan
bergerak ke tengah ruang tahta.
Shea, Kaori, Tio, Shizuku, Liliana, dan teman sekelasnya
mengikutinya. Dia menepuk kakinya di tanah dan tiga meja bundar muncul dari
tanah. Hal itu disusun
dalam segitiga, dan masing-masing dapat menampung sebelas orang.
“Duduklah, teman-teman. Sudah waktunya untuk mendiskusikan
tindakan kita selanjutnya,” kata
Hajime sambil setengah ambruk ke kursinya sendiri.
Dia baru saja dibawa kembali dari keadaan di mana jiwanya
sangat terkuras hingga hampir hancur. Dia hampir sepenuhnya kehabisan mana
juga, jadi bahkan sesuatu yang sederhana seperti mentransmute beberapa meja
membuatnya kelelahan.
Sejujurnya, dia bahkan tidak akan peduli, tapi dia merasa
diskusi ini terlalu penting sampai-sampai tidak pantas jika duduk di lantai.
Shea, Tio, Kaori, Shizuku, Suzu, Aiko, Ryutarou, Liliana,
dan Remia, yang masih menggendong Myu, bergabung dengan Hajime di meja pertama.
Yuka melihat dengan penuh kerinduan pada kursi yang tersisa
di meja satu, tapi dia bergabung dengan teman-temannya di meja dua. Nagayama
dan partynya juga duduk di meja kedua.
Yoshiki, Shinji, dan siswa yang tetap di kastil sepanjang
waktu dengan ragu-ragu duduk di meja tiga.
Hajime mengambil waktu sejenak untuk menatap mata semua
orang sebelum memulai pertemuan.
“Pertama-tama, mari kita atur intel yang kita miliki. Kita
tahu dewa yang dipuja gereja, Ehit, telah mengendalikan tubuh Yue. Tapi Yue
masih di sana, berjuang untuk mendapatkan kembali kendali tubuhnya. Menurut Ehit, butuh
setidaknya tiga hari untuk sepenuhnya merebut kendali darinya.”
Teman sekelas Hajime membuang muka dengan canggung saat dia
berbicara terus terang tentang penculikan Yue. Kebanyakan dari mereka tahu
betapa dia sangat menyayanginya. Mereka hanya melihat mereka berdua
berinteraksi selama sekitar satu hari, ketika Hajime menyelamatkan mereka dari
invasi iblis di ibu kota, tapi itu sudah cukup untuk memberi kesan pada mereka
seberapa dekat keduanya. Selain itu, mereka semua telah mendengar jeritan sedih
Hajime ketika Ehit membawa tubuh Yue ke Sanctuary.
“Kita harus masuk ke Sanctuary jika kita ingin mendapatkan
Yue kembali. Masalahnya, tidak ada yang tahu bagaimana cara membuka gerbang
itu,” kata Shea, melanjutkan dari
tempat yang ditinggalkan Hajime. Nada suaranya datar... dan ekspresinya tegas.
Myu telah menghidupkan kembali tekad semua orang.
“Mungkin aman untuk berasumsi bahwa hanya orang yang
ditunjuk Ehit yang diizinkan masuk, kan? Itu berarti kita harus menemukan cara
untuk memaksa kita melewati perlindungannya,” Kaori merenung.
“Ya.
Dia juga mengatakan akan kembali dalam tiga hari untuk menghancurkan dunia, dan
pasukannya akan muncul di Gunung Ilahi. Kemungkinan dia akan mengirimkan pasukan
apostles pada kita.”
“Kurasa akan tepat untuk menganggap itu sebagai pertempuran
terakhir. Tujuan Ehit adalah menyedot Tortus hingga kering dan menggunakan mana
yang dia curi dari dunia ini untuk mengangkut Sanctuary ke Bumi, dunianya master.”
Sejujurnya, rencana Ehit terdengar luar biasa. Faktanya,
sekelompok siswa masih tidak percaya, meskipun mereka telah mendengar
pernyataannya sendiri. Bahkan Yuka, Nagayama, dan siswa lain yang telah
bertarung di garis depan hanya diam mendengarkan Hajime dan rekan-rekannya
berbicara.
Aiko, bagaimanapun, dengan ragu-ragu mengangkat tangannya
ke udara, meminta izin untuk berbicara. Sebagai tanggapan, Hajime dan yang
lainnya terdiam dan menoleh padanya.
Dia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan sarafnya,
lalu berkata, “Nagumo-kun. Saat pertama kali menembak Alva, kau menyuruh kami
bersiap-siap untuk kembali ke Bumi, bukan?”
“Ya.
Kau punya ingatan yang bagus, Sensei,” Jawab
Hajime dengan senyum sedih.
Oh ya, dia memang
mengatakan itu, bukan!? pikir teman sekelasnya, harapan mereka menyala
kembali.
“H-Hei, Nagumo! Apakah itu berarti kau menemukan jalan
pulang!?”
“Itu artinya kita bisa kabur ke Bumi, kan!? Bisakah kita
segera kembali!?”
Para siswa dari meja ketiga semua menatap Hajime dengan
penuh harap. Yoshiki dan Shinji sangat bersemangat hingga mereka melompat
berdiri. Mereka telah bersembunyi di kastil selama ini, jadi tidak mengherankan
jika mereka memanfaatkan kesempatan untuk lari.
Yuka, Kousuke, dan siswa dari meja kedua yang bertarung
terlihat terkejut juga.
Hajime melambaikan tangannya dengan sikap meremehkan dan
berkata, “Aku berhasil membuat jalan pulang, tapi Ehit menghancurkannya dengan
semua artefakku yang lain saat dia menghancurkan Treasure Trove-ku. Aku tidak dapat mengirim siapa
pun kembali sekarang.”
“T-Tidak mungkin!”
“Tidak bisakah kau membuatnya lagi begitu saja!?”
Yoshiki dan Shinji mendesak Hajime, keputusasaan terukir di
wajah mereka. Siswa lain dari meja ketiga mulai berteriak tentang bagaimana
mereka ingin pulang juga. Keinginan mereka untuk bertarung telah dipatahkan
sejak awal, jadi yang bisa mereka pegang hanyalah harapan untuk melarikan diri.
Sayangnya, Hajime tidak bisa memedulikan perasaan mereka.
Merasa kesal karena pembahasannya terputus, dia meraih pedang batunya dan bangkit
berdiri. Dia mungkin berencana untuk membungkam mereka semua dengan pukulan
cepat dengan bagian belakang pedang, karena bahkan itu sudah cukup untuk
membuat mereka kehilangan kesadaran untuk sementara waktu.
“Semuanya, tenanglah! Panik tidak akan membawa kalian
kemana-mana!” Aiko berteriak,
menenangkan para siswa. Dia tahu bahwa Hajime sedang marah, dan dia tidak ingin
mereka menderita kemurkaannya. Permintaannya yang putus asa, dikombinasikan
dengan tatapan tajam Hajime, sudah cukup untuk menenangkan para siswa. Padahal,
mereka masih terlihat sedikit pucat.
Saat mereka diam, Aiko berkata, “Dengar, semuanya. Aku mengerti bagaimana
perasaan kalian. Sungguh, aku mengerti. Aku juga ingin pulang, dan aku ingin
menyatukan kembali kalian semua dengan keluargamu. Tapi untuk saat ini, tolong
diam saja dan dengarkan apa yang Nagumo-kun katakan. Mengeluh tidak akan
membuat kita lebih dekat untuk keluar dari kekacauan ini.”
Meskipun mereka tampak tidak yakin, Yoshiki dan Shinji
dengan enggan kembali ke tempat duduk mereka.
Setelah memastikan bahwa semua orang sudah tenang, Aiko
bertanya, “Apa yang ingin aku tanyakan adalah jika artefak itu cukup kuat untuk
membawa kita ke Bumi, bukankah itu bisa membawa kita ke Sanctuary juga? Apakah
kau pikir dirimu bisa membuatnya kembali?”
“Kau mengemukakan hal yang bagus, Sensei. Memang benar,
Kunci Kristal mungkin bisa membuka portal ke Sanctuary. Sayangnya, cara
membuatnya tidak mudah. Aku membutuhkan bantuan Yue untuk membuatnya pertama
kali, dan sepertinya aku tidak bisa membuatnya lagi tanpa dia.”
“Begitu… maafkan aku…” Aiko berbisik pelan, khawatir dia
akan menanyakan sesuatu yang tidak sensitif. Hajime memberinya senyuman
meyakinkan, menjelaskan bahwa dia tidak diganggu.
Sedetik kemudian, Shinji bertanya dengan suara keras, “B-Benarkah!?
Apa kau yakin kau tidak hanya mengatakan itu karena kau memprioritaskannya
daripada orang lain!?”
“N-Nakano-kun!” Aiko berteriak dengan marah, tapi siswa
lain dari meja ketiga juga menatap Hajime dengan curiga.
Sambil mendesah, Hajime memutuskan sudah waktunya untuk
mengingatkan anak-anak berpikiran sempit di mana mereka berdiri.
“Tentu
saja aku memprioritaskannya daripada orang lain,” geramnya dengan suara dingin.
“Apa—?”
Sebelum para siswa dapat menanggapi, Hajime melanjutkan,
“Apa sih yang memberi kalian gagasan bahwa aku lebih peduli tentang membuatmu
aman daripada mendapatkan Yue kembali? Selain itu, bahkan jika aku
melakukannya, itu tidak akan mengubah apapun. Berhentilah berbohong pada dirimu
sendiri dan lihatlah kenyataan dengan dingin dan keras.”
“A-Apa maksudmu?”
“Kalian semua mendengar dewa brengsek itu. Dia bilang
dirinya menargetkan Bumi berikutnya. Kecuali kita mendapatkan Yue kembali dan
mencabik-cabiknya, tidak ada masa depan bagi kita semua!”
Semua orang, bahkan siswa dari meja kedua, menoleh ke arah
Hajime, tampak seolah-olah wajah mereka baru saja ditampar.
TL: Tama-Chan EDITOR: Drago Isekai | ||
PREVIOUS CHAPTER | ToC | NEXT PART |